
Alert! Indonesia Bisa Terancam 'Kiamat' Susu

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus penyakit mulut dan kuku (PMK) mengancam pasokan susu di dalam negeri. Ketua Umum Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Dedi Setiadi mengatakan, saat ini terjadi penurunan populasi sapi perah yang signifikan akibat PMK.
Dia mencontohkan, per 24 Juli 2022, populasi sapi perah di provinsi Jawa Barat tercatat 74.005 ekor. Ada 26.929 ekor sapi positif tertular PMK dan 10.891 ekor sapi terduga terinfeksi PMK. Sementara itu, sapi dipotong akibat PMK ada 2.039 ekor dan sapi mati karena PMK ada 1.301 ekor.
"PMK ini tingkat ketertularannya 100%. Artinya, begitu di satu kandang ada 1 ekor yang kena, diasumsikan semua hewan di kandang itu kena. Dan begitu kena, produksi susu akan langsung kurang 80%. Sekarang saja, Indonesia sudah kehilangan pasokan susu 30-40%," kata Dedi kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (27/07/2022).
Dedi menjabarkan, dampak penyebaran PMK bagi sapi perah yang kemudian memangkas produksi susu di dalam negeri.
Berikut rinciannya:
- GKSI Jawa Barat
populasi: 74.005 ekor
positif PMK: 26.929 ekor
potong paksa: 2.039 ekor
mati bangkar: 1.301 ekor
produksi susu: turun 30% jadi 320 ton/ hari
- GKSI Jawa Tengah
populasi: 41.320 ekor
positif PMK: 5.189 ekor
potong paksa: 319 ekor
mati bangkar: 129 ekor
produksi susu: turun 40% jadi 99 ton/ hari
- GKSI Jawa Timur
populasi: 162.225 ekor
positif PMK: 61.555 ekor
potong paksa: 3.217 ekor
mati bangkar: 806 ekor
produksi susu: 30% jadi 875 ton/hari.
"Perhitungan data tersebut berdasarkan peternak yang melapor. Data ini kemungkinan lebih kecil dibandingkan kondisi riil di lapangan," kata Dedi.
Akibat penurunan produksi susu di dalam negeri, ujarnya, impor susu terus melonjak.
"Produksi kita berkurang, kebutuhan susu terus naik, impor jadinya naik. Saat ini, jangankan mendorong untuk menaikkan produksi susu di dalam negeri. Yang terjadi justru depopulasi tinggi, kondisinya memang cukup parah," ujarnya.
BPS mencatat, produksi susu segar nasional tahun 2021 naik menjadi 962.676,66 ton dibandingkan tahun 2020 yang tercatat 946.912,81 ton.
Sementara, Departemen Pertanian AS (USDA) mencatat, konsumsi susu di Indonesia terus naik. Sejak tahun 2018 hingga 2022, total konsumsi susu nonfat atau skim domestik secara berurut adalah 161 ribu ton, 187 ribu ton, 196 ribu ton, 197 ribu ton, dan 204 ribu ton.
Angka tahun 2022 merupakan proyeksi USDA, yang kemudian direvisi naik jadi 209 ribu ton.
Tercatat, impor Indonesia sejak tahun 2018 hingga 2022 adalah 162 ribu ton, 188 ribu ton, 197 ribu ton, dan diprediksi naik jadi 199 ribu ton. Angka untuk tahun 2022 juga direvisi naik jadi 205 ribu ton.
Untuk jenis full cream bubuk atau whole milk powder, data USDA menunjukkan produksi Indonesia sejak tahun 2018 hingga estimasi tahun 2022 adalah 81 ribu ton, 82 ribu ton, 85 ribu ton, dan diprediksi jadi 96 ribu ton. Dimana, angka tahun 2022 direvisi naik jadi 100 ribu ton.
Sedangkan impor Indonesia adalah 59 ribu ton, 54 ribu ton, 51 ribu ton, 63 ribu ton, dan ditaksir mencapai tahun 63 ribu ton. Angka tahun 2022 kemudian direvisi naik jadi 67 ribu ton.
Di sisi lain, produksi susu global tahun ini pun diprediksi menyusut akibat kekeringan di negara produsen utama.
Di Selandia Baru, pemasok utama susu untuk Indonesia, produksi diprediksi turun 1% jadi 21,9 juta ton. Per Mei 2022, produksi susu cari Selandia Baru dilaporkan menyusut 6%.
![]() DATA PERKEMBANGAN KASUS PMK per 25 Juli 2022 |
Sementara itu, Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana menambahkan, penurunan produksi susu segar hingga 30-40% per hari tidak bisa dianggap sepele. Jika produksi susu segar, dari peternak anggota koperasi ataupun bukan anggota koperasi, yang sebelumnya rata-rata 2.600 ton per hari turun menjadi sekitar 1.800 ton per hari.
Artinya, ujarnya, kondisi ini belum memperhitungkan kondisi di perusahaan peternakan skala besar. Apalagi, imbuh dia, PMK disebabkan virus yang masuk kategori airbone disease, dapat menjangkau sekitar 200 km.
Di sisi lain, dia menambahkan, anjloknya produksi di dalam negeri tidak akan berdampak banyak bagi perusahaan pengolahan susu. Dimana selama ini, sebagian kebutuhan bahan baku industri dipasok impor.
"Belum ada penghitungan secara menyeluruh potensi kerugian dan biaya yang timbul sebagai dampak wabah PMK ini untuk jangka waktu lima tahun mendatang," kata Teguh kepada CNBC Indonesia dikutip Rabu (27/7/2022).
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Kiamat' Susu Mengancam, Peternak Sapi Minta Ini
