Bukan Tipu-tipu! Ini Penyebab RI Lolos dari Ancaman Stagflasi

News - Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
25 July 2022 17:35
Apakah ada RI? Ini 6 Negara-Wilayah yang Kena  Resesi Tahun Depan Foto: Infografis/Apakah ada RI? Ini 6 Negara-Wilayah yang Kena Resesi Tahun Depan/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengatakan perkembangan ekonomi global akan terus diwaspadai, karena berisiko mengakibatkan stagflasi di dalam negeri.

Kepala Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Wira Kusuma menjelaskan, setidaknya ada empat hal yang diwaspadai dalam memandang perkembangan ekonomi global.

Pertama, adalah perkembangan penularan Covid-19 yang telah tertangani dengan baik di seluruh dunia. Namun, masih dibayangi dengan adanya risiko yang berlanjut karena munculnya beberapa varian virus corona jenis baru, meskipun tidak seberat varian-varian sebelumnya.



Kedua, ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang masih berkepanjangan di luar perkiraan, yang masih terus berlangsung hingga saat ini.

Ketiga, tren proteksionisme yang dilakukan negara-negara untuk mengamankan pasokannya terutama pangan. Serta, keempat adalah gangguan rantai pasok global.

"Jadi itu adalah empat hal yang menyebabkan adanya risiko stagflasi, yang membuat dinamika ekonomi global berubah," jelas Wira dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin (25/7/2022).



Stagflasi adalah kondisi dimana pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan bahkan turun, dibarengi dengan inflasi yang tinggi. Peningkatan risiko stagflasi membuat resesi ekonomi akan sulit dihindari.

Risiko stagflasi cukup besar dengan konsekuensi yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Kendati demikian, kata Wira ekonomi Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang sangat baik. Sehingga Indonesia bisa kabur dari ancaman stagflasi.

Dari sisi eksternal misalnya, dengan meningkatnya kinerja ekspor, transaksi berjalan atau current account mengalami surplus.

Diikuti dengan perbaikan iklim investasi di dalam negeri, juga mendorong penanaman modal asing (PMA) masuk ke tanah air. Kendati demikian, dengan ketidakpastian global financial market yang tinggi, membuat portofolio aliran modal ke negara berkembang termasuk ke Indonesia tertahan.


"Dengan perkembangan ekonomi global slowing down, prediksi kami sumber pertumbuhan kami akan bersumber dari permintaan domestik atau private consumption," jelas Wira.

"Overall, sektor eksternal yang digambarkan dengan neraca pembayaran masih solid, namun portofolio terjadi outflow yang membuat tekanan ke nilai tukar rupiah," kata Wira melanjutkan.



Kendati demikian, sampai 20 Juli 2022 depresiasi rupiah berada pada level 4,9%, lebih baik dibandingkan level depresiasi nilai tukar mata uang negara lain, seperti Malaysia yang terdepresiasi 6,42%, India 7,05%, dan Thailand 8,9%. "Kita relatif baik," jelas Wira.

BI memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada 2021 hanya tumbuh 2,9% dari perkiraan sebelumnya yang diperkirakan tumbuh 6,1%.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Dunia Terancam Stagflasi, Sri Mulyani: Itu Berbahaya!


(cap/mij)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading