Dolar AS Pepet Rp 15.000, BI Jadi "Elang" Seperti 2018?

Lain dulu lain sekarang. Jika di 2018 BI mengerek suku bunga dengan agresif guna menjaga stabilitas rupiah, di tahun ini Mata Uang Garuda cukup stabil.
Meski sempat menembus ke atas Rp 15.000/US$ pada Rabu (6/7/2022) lalu, tetapi setelahnya rupiah mampu terus bertahan di bawah level psikologis tersebut. Sepanjang tahun ini pelemahannya sekitar 5%, dan jauh lebih baik ketimbang mata uang utama Asia lainnya.
Alhasil, BI hingga paruh pertama 2022 masih tetap mempertahankan suku bunga acuannya di 3,5%.
Fundamental Indonesia yang berbeda ketimbang 2018 memberikan BI ruang menahan suku bunga di rekor terendah lebih lama meski The Fed sangat agresif menaikkan suku bunga.
Tingginya harga komoditas membuat neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus 26 bulan beruntun, yang mendongkrak transaksi berjalan menjadi surplus juga.
Kala transaksi berjalan surplus, pasokan devisa lancar ke dalam negeri. Hal ini membuat nilai tukar rupiah masih cukup stabil di tahun ini.
Pada 2021 lalu, untuk pertama kalinya sejak 2011 transaksi berjalan Indonesia mencatat surplus, sebesar 0,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bandingkan dengan 2018 yang tercatat defisit hingga 3% dari PDB.
Surplus transaksi berjalan masih berlanjut di tahun ini, setidaknya di kuartal I lalu, surplus tercatat sebesar 0,1% dari PDB. BI memperkirakan di kuartal II-2022, transaksi berjalan juga masih surplus. Hal ini tentunya menjadi fundamental yang kuat, dan menjaga stabilitas rupiah.
Selain itu, BI punya cadangan devisa yang lebih besar ketimbang 2018. Pada akhir Juni, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$ 136,4 miliar. Sementara di awal 2018 sebesar US$ 132 miliar.
Selain itu, kepemilikan asing di pasar Surat Berharga Negara (SNB) yang saat ini hanya sekitar 16% saja, jauh lebih rendah dari awal 2018 yang lebih dari 40%. Sehingga jika terjadi capital outflow tentunya tidak akan sebesar 2018, BI tentunya bisa melakukan intervensi guna menstabilkan rupiah.
Alhasil, sepanjang tahun ini rupiah masih cukup stabil meski The Fed sangat agresif dalam menaikkan suku bunga. The Fed sejauh ini sudah 3 kali menaikkan suku bunga dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%, dan pekan depan diperkirakan akan menaikkan 75 hingga 100 basis poin. Bank sentral paling powerful di dunia ini juga menegaskan akan terus menaikkan suku bunga di sisa tahun ini hingga diproyeksikan menjadi 3,5% - 3,75%. Bahkan tahun depan bank sentral pimpinan Jerome Powell ini masih akan menaikkan suku bunga lagi.
Artinya, suku bunga The Fed akan lebih tinggi dari BI jika Perry dan kolega tidak mengerek BI 7-DRR hingga akhir tahun nanti. Akan menjadi sangat tidak biasa jika suku bunga di AS lebih tinggi dari di Indonesia, hal ini tentunya bisa memicu capital outflow yang sangat masif dari dalam negeri, khususnya dari pasar obligasi.
Sehingga hanya masalah waktu BI akan menaikkan suku bunga di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
