Waspada Badai PHK Jika Baju Bangladesh Banjiri Pasar RI

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
20 July 2022 15:55
Warga berbelanja di Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (25/4/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Warga berbelanja di Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (25/4/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta meminta pemerintah tidak membebaskan impor atas produk pakaian jadi asal Bangladesh. Yaitu, secara spesifik untuk produk dengan kode HS 61, HS 62, dan HS 63. 

Seperti diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, memastikan komitmen Indonesia menyelesaikan perundingan persetujuan dagang preferensial Indonesia-Bangladesh (Indonesia-Bangladesh preferential trade agreement/IB-PTA).

Mengacu BPS, nomor-nomor HS tersebut adalah untuk produk pakaian dan aksesori pakaian, rajutan atau kaitan, bukan rajutan atau kaitan, dan barang tekstil sudah jadi lainnya, pakaian bekas, dan barang tekstil bekas, gombal.

Dimana sejak tahun 2020 hingga Mei 2022, impor produk asal Bangladesh untuk ketiga nomor HS tersebut tercatat mencapai US$149,526 juta. Terpantau, ada peningkatan sejak tahun 2020 hingga per bulan Mei 2022.

"Impor pakaian jadi tahun 2021, Bangladesh ada di posisi kedua dengan nilai impor US$58 juta di bawah China (US$299 juta). Posisi ini karena bea masuk MFN dari Bangladesh 15-20%. Sedangkan China FTA 0%. Impor dari China saat ini sudah turun kalau dibandingkan tahun 2020 sebesar US$364 juta, tahun 2019 sebesar US$431 juta karena ada safeguard. Sedangkan dari Bangladesh tidak ada safeguard. Jadi kalau dengan FTA bea masuk 0% dapat dipastikan akan banjir impor," kata Redma kepada CNBC Indonesia, Rabu (20/7/2022).

Kalau PTA ini membuka akses pakaian jadi dari Banglades, maka industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia akan rontok dari hulu ke hilir.

"Totalnya kita akan kehilangan 3 juta lapangan kerja. Tidak sepadan dengan yang kita dapat. Posisi Kemenperin (Kementerian Perindustrian) sudah sama dengan kita, tidak mau membuka HS 61, 62 dan 63. Kemendag (Kementerian Perdagangan) pun sudah mengerti terkait masalah ini. Tapi ada beberapa pihak di sana yang seolah tidak peduli dengan kondisi ini. Karena seolah menjadi prestasi mereka jika FTA dengan Bangladesh terlaksana," tukas Redma.

Menteri  Perdagangan  Indonesia  Zulkifli  Hasan  melakukan  pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Kalam Abdul Momen di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada hari ini, Senin, (18/7). (Dok: Kemendag)Foto: Menteri Perdagangan Indonesia Zulkifli Hasan melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Kalam Abdul Momen di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada hari ini, Senin, (18/7). (Dok: Kemendag)
Menteri Perdagangan Indonesia Zulkifli Hasan melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Kalam Abdul Momen di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada hari ini, Senin, (18/7). (Dok: Kemendag)

Dia berharap, Mendag Zulhas mempertimbangkan sebelum membuka akses atas ketiga HS tersebut bagi Bangladesh.

"Ekspornya juga aneh, karena yang akan didorong kan ekspor CPO. Padahal CPO tanpa didorong pun dunia memang butuh CPO kita. Masa korbankan 3 juta orang demi ekspor yang tidak perlu dorongan. Memang ini agak aneh, saya rasa pak Mendag harus selektif mendengar bisikan-bisikan dari staff nya," ujar Redma.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja. Dia meminta pemerintah harus cermat sebelum memutuskan kesepakatan dagang tersebut diteken. Pasalnya, kata dia, Bangladesh memiliki industri tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk garmen (pakaian jadi) yang kuat.

Apalagi, imbuh dia, produk Bangladesh mengincar baik segmen bermerek maupun tak bermerek.

Pemerintah, lanjut Jemmy, harus memperhitungkan posisi atau level playing field. Juga, dengan adanya perlambatan ekonomi di negara tujuan ekspor tekstil dan pakaian jadi.

Apalagi, imbuh dia, sekarang Bangladesh bersama China dan Vietnam jadi eksportir pakaian jadi terbesar dunia.

"Jadi, pasti akan terganggu dan mereka punya kapasitas besar mencoba memasuki market baru, seperti Indonesia. Jadi kita harus berhati-hati agar market Indonesia yang mempunyai penduduk 273 juta benar-benar bisa dinikmati oleh produsen dalam negeri," kata Jemmy kepada CNBC Indonesia, Rabu (20/7/2022).

Mendag Zulhas saat menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Kalam Abdul Momen di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin, (18/7) mengatakan siap memacu proses penyelesaian rencana kerja sama perdagangan kedua negara.

"Saya memastikan komitmen Indonesia untuk menyelesaikan perundingan IB-PTA yang telah diamanatkan oleh pemimpin kedua negara. Harus dipastikan agar IB-PTA berimbang dan menguntungkan kedua pihak. Saya berharap kedua pihak dapat melanjutkan kembali proses perundingan sehingga pemangku kepentingan dapat segera menerima manfaat IB-PTA," kata Zulhas dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (20/7/2022).


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Fenomena Baju 'Impor Bangkok', Serbu Tanah Abang-Toko Online

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular