
Mungkin Iya Tak Resesi, Tapi Bukan Berarti RI Baik-baik Saja
![[DALAM] Indonesia Resmi Resesi!](https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/11/05/dalam-indonesia-resmi-resesi_169.jpeg?w=900&q=80)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dimungkinkan tidak akan terjerat resesi seperti banyak negara di dunia. Namun bukan berarti tidak ada hal buruk yang bisa menimpa ekonomi tanah air.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva akhir pekan lalu menyatakan, ada beberapa alasan yang menjauhkan Indonesia dari resesi. Antara lain, penanganan covid-19 yang tepat dan mencegah penurunan ekonomi yang terlalu dalam.
"Saat Covid-19 di sini, Indonesia berhasil mencegah penurunan output ekonomi yang signifikan, tidak sedalam di banyak tempat," kata Georgieva.
Meski menghadapi 'kejutan', yakni efek perang Rusia di Ukraina, Georgieva mengatakan Indonesia tetap mencatat pertumbuhan yang positif, dimana ia yakin akan terus meningkat dengan baik.
"(Indonesia) menghadapi kejutan kedua dalam perang di Ukraina dengan mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, dengan inflasi 4%, dan dengan anggaran yang sangat baik yang mampu memberikan dukungan, terutama kepada penduduk yang rentan," katanya.
Angka ini sendiri, menurut Georgieva, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain di dunia, sehingga ia merasa bangga dengan pencapaian Indonesia tersebut.
Selain itu, ia juga mengatakan sangat penting bagi kebijakan fiskal Indonesia untuk tetap fokus dalam memberikan bantuan dengan sasaran yang tepat. Ia mengatakan pemerintah harus fokus kepada mereka yang sangat membutuhkan, bukan memberikan subsidi kepada semua orang, termasuk masyarakat kaya.
"Mengapa? Karena jika kebijakan fiskal menghabiskan terlalu banyak, itu bisa meledakkan inflasi," tambahnya.
Ia juga menilai kebijakan Indonesia dalam melakukan burden sharing melalui kerja sama antara pemerintah dengan Bank Indonesia.
"Selama krisis Covid-19, bank sentral Indonesia, Bank Indonesia (BI), memberikan beberapa dukungan moneter bekerja sama dengan pemerintah dengan keputusan untuk menghadapinya pada akhir 2022, dan kami sangat menyarankan agar keputusan ini dihormati, sekali lagi, untuk melindungi ekonomi dari goncangan dunia," katanya.
Resesi di Negara Lain Berpengaruh Buruk ke Ekonomi RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan sederet maslah eksternal bisa mempengaruhi perekonomian tanah air. Maka dari itu, meskipun tidak resesi, namun ada beberapa hal yang harus tetap diantisipasi.
Pertama kata Sri Mulyani adalah kenaikan harga barang. Pemerintah mengantisipasi semakin terbatasnya pasokan serta lonjakan harga khususnya untuk komoditas energi dan pangan.
"Ini akan berpotensi bisa menggerus dari daya sisi masyarakat. Kita lihat berbagai macam mekanisme untuk bisa menstabilkan harga makanan, energi kita coba lakukan," paparnya.
Kedua adalah perubahan kebijakan moneter negara maju seperti Amerika Serikat (AS). Lonjakan inflasi yang dialami negeri Paman Sam tersebut memaksa kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Federal Reserve (The Fed). Bahkan lebih agresif dari yang sudah diperkirakan.
"Dari sisi inflasi dunia yang menyebabkan kenaikan suku bunga, AS Eropa dampaknya lebih kepada neraca pembayaran dalam bentuk capital outflow," ujarnya.
"Maka kita harus make sure neraca pembayaran kita kuat. Trade account kita bagus. Kita harus melihat capital account kita mendapatkan itu tekanan dari interest rate yang naik," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani memastikan pemerintah sudah mengantisipasi hal tersebut lewat berbagai kebijakan, baik fiskal maupun sektor rill. Setiap perkembangan terbaru akan dipantau dan direspons sesuai kebutuhan. "Semua akan kita lihat. Policy-nya agar guncangan luar itu tidak mempengaruhi," pungkasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Bawa Kabar Buruk Bagi Negara yang Tak Kena Resesi 2023