Pajak Ekspor CPO 0% Untungkan Eksportir, Petani Kecil Rugi?

Maesaroh, CNBC Indonesia
18 July 2022 15:50
Petani Kelapa Sawit
Foto: Pekerja memuat tandan buah segar kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, Indonesia, Rabu (27/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah membebaskan pajak pungutan ekspor atas minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya. Kebijakan tersebut dinilai akan sangat menguntungkan eksportir tetapi dikhawatirkan mengganggu program kerakyatan yang didanai dari pungutan ekspor.

Pembebasan pajak pungutan ekspor berlak hingga 15 Juli-31 Agustus 2022. Pembebasan ini berlaku terhadap seluruh produk, baik tandan buah segar (TBS), kelapa sawit, dan CPO dan palm oil serta use cooking oil. Pungutan ekspor CPO dan turunannya akan diberlakukan kembali mulai 1 September 2022.

Andrian Bagus Santoso, Industry AnalystBank Mandiri, mengatakan kebijakan pembebasan pungutan ekspor akan meringankan beban eksportir. Di sisi lain, pembebasan pungutan akan mengurangi penerimaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).




Dalam hitungan Bank Mandiri, penerimaan BPDPKS dari pungutan ekspor CPO dan turunannya (HS 1511) pada Juni 2022 adalah sekitar Rp 5,5 - 6 triliun Rupiah.

"Artinya jika pungutan ekspor dihilangkan, pemasukan dana BPDPKS juga akan tidak ada, paling tidak selama 1,5 bulan periode implementasi kebijakan tersebut," tutur Andrian, kepada CNBC Indonesia.

Sebagai catatan, dana pungutan yang dikumpulkan BPDPKS pada 2021 mencapai lebih dari Rp 69 triliun pada 2021. Andrian menjelaskan pungutan ekspor CPO akan digunakan BPDPKS untuk mendanai sejumlah program, terutama subsidi program biodiesel.

"Untungnya, belakangan ini tren harga CPO global berada di bawah harga gasoil (diesel) global. Artinya subsidi biodiesel yang dibutuhkan akan berkurang secara signifikan," imbuh Andrian.

Andrian menambahkan pembebasan pungutan ekspor akan menguntungkan pengusaha karena margin mereka menjadi lebih tinggi.

"Penghapusan pungutan ekspor CPO tersebut tentunya mengurangi beban yang biasanya dikeluarkan oleh para eksportir dan produsen CPO," ujar Andrian.

Penghapusan pungutan juga diharapkan bisa membantu produsen di tengah meningkatnya biaya produksi, khususnya pupuk, yang sedang tinggi.

"Harapannya para produsen tersebut akan membeli TBS petani dengan harga yang lebih baik," tuturnya.
Namun, dia mengingatkan kenaikan harga TBS mungkin tidak akan terjadi secara instan dan signifikan mengingat masih banyaknya stock CPO Indonesia dan tren harga CPO global yang melemah.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, saat ini harga TBS petani masih di bawah Rp1.600.

Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada akhir April yang masih di atas Rp 3.000 per kg.


Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta mengatakan penghapusan pungutan ekspor akan memiliki dampak yang cukup baik terhadap total ekspor Indonesia.

Penghapusan juga diharapkan bisa membantu Indonesia menjadi pemasok minyak nabati yang bisa diandalkan dunia. Dia mengingatkan harga minyak nabati, termasuk CPO, juga sudah mulai turun sehingga pembebasan pungutan akan membuat daya saing CPO Indonesia meningkat.

Sebagai catatan, Indonesia secara mendadak memutuskan untuk menghentikan ekspor CPO dan produk turunannya selama 28 April -22 Mei 2022 yang membuat pelaku pasar minyak nabati panik.

 "Kalau tetap dikasih ekspor tax, mungkin potensi ekspor CPO Indonesia akan berkurang krn kurang kompetitif/relatif mahal," tutur Krisna, kepada CNBC Indonesia.

Penghapusan sementara tersebut juga diharapkan bisa menipiskan pasokan CPO pada tangki-tangki perusahaan sehingga mengurangi bottleneck di jangka pendek.

"Harus terus kita pantau apakah taktik ini akan berhasil melancarkan perdagangan CPO setelah pungutan dikenakan lagi," imbuhnya.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan bahwa ada sebanyak 7,23 juta ton minyak sawit mentah di tangki penyimpanan pada akhir Mei. GAPKI mengimbau untuk menghapuskan aturan Domestic Market Obligation (DMO) sampai stok turun menjadi 3-4 juta ton.

Karena persediaan yang tinggi, telah memaksa pabrik untuk membatasi pembelian TBS kepada petani, hingga petani mengeluh bahwa TBS mereka tidak terjual hingga membusuk.

Namun, Krisna mengingatkan penghapusan pungutan bisa menghapus sumber dana untuk program-program BPDPKS. Kondisi tersebut diharapkan tidak sampai mengganggu program pro-rakyat.

Seperti diketahui, dana pungutan ekspor sawit dimanfaatkan untuk sejumlah program mulai dari mandatori biodiesel, peremajaan sawit rakyat, penyediaan sarana dan prasarana kelapa sawit, penelitian dan pengembangan, pengembangan sumber daya manusia, serta program promosi dan kemitraan.

Penghapusan pungutan ekspor CPO bukan kali ini saja dilakukan pemerintah. Pada November 2018, pemerintah juga "menolkan" pungutan tersebut. Langkah tersebut diambil setelah harga CPO rontok akibat perang dagang China-Amerika Serikat.

Sesuai aturan, pungutan ekspor sebenarnya tetap diberlakukan saat itu yakni jika harga melewati US$ 570 per ton. Namun, rendahnya harga CPO pada periode tersebut membuat pungutan nol.
Pasalnya, sepanjang November 2018 harga CPO bergerak di kisaran US$ 440-512,5 per ton.
 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular