Negara-negara Kecil Ini Beri 'Peringatan' Keras ke AS & China
Jakarta, CNBC Indonesia - Para pemimpin negara-negara kepulauan di Pasifik memberikan pesan tegas kepada Amerika Serikat (AS) dan China. Hal ini diutarakan dalam pertemuan Forum Kepulauan Pasifik (PIF) yang diadakan di ibu kota Fiji, Suva, pekan lalu.
Dalam forum tersebut, PIF yang beranggotakan 18 negara Pasifik itu menekankan agar AS dan China sebagai negara penyumbang polusi tertinggi di dunia agar bertindak lebih dalam menangani persoalan perubahan iklim.
Pasalnya, negara-negara kepulauan ini terancam dengan naiknya permukaan air laut. Ini dikhawatirkan dapat menenggelamkan beberapa wilayah daratan.
"Yang paling penting bagi kami adalah kami mendapatkan komitmen yang berani dari semua negara di COP27 untuk menghapuskan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya secara bertahap," kata Presiden Fiji Frank Bainimarama kepada wartawan dikutip Al Jazeera, Senin, (18/7/2022)
"Selain itu, meningkatkan pembiayaan ke negara-negara yang paling rentan dan terdepan dari segi 'kerugian dan kerusakan' sangat berarti bagi yang paling di masyarakat yang ada di kepulauan berisiko."
Hal serupa juga disampaikan Menteri Luar Negeri Tuvalu Simon Kofe. Kofe, yang terkenal karena videonya yang menunjukan ia berdiri dengan genangan air laut se lutut, meminta agar negara-negara besar mampu membantu pembiayaan negaranya agar keluar dari ancaman perubahan iklim.
"Ada teknologi yang tersedia untuk melindungi pulau-pulau dan mengangkat pulau-pulau yang kami sedang mencari. Itu sangat mahal."
Pasifik sendiri sebelumnya telah menjadi pusat konflik baru antara China dan AS-Australia. Keduanya berusaha merebut pengaruh negara-negara kepulauan itu dengan berbagai cara, termasuk bantuan keuangan, pakta perdagangan, dan kerjasama pertahanan.
Terbaru, hubungan keduanya diketahui memanas pasca Beijing menawarkan sebuah pakta pertahanan dengan negara-negara itu. Sebagai gantinya, Beijing menawarkan bantuan keuangan jutaan dolar, prospek perjanjian perdagangan bebas pulau-pulau China-Pasifik, serta akses ke pasar China yang berpenduduk 1,4 miliar orang itu.
Meski begitu, hal ini mendapatkan penolakan tersendiri dari negara Pasifik. Presiden Negara Federasi Mikronesia, David Panuelo, menyebut tawaran Beijing dalam pakta itu "tidak jujur". Hal yang sama juga diutarakan Menteri Luar Negeri Papua Nugini Soroi Eoe yang lebih memilih untuk menyelesaikan permasalahan keamanan secara bilateral.
(luc/luc)