Cek Ciri-ciri Negara Bangkrut, Indonesia Masuk?

Maesaroh, CNBC Indonesia
13 July 2022 18:55
Sri Lanka
Foto: AP/Eranga Jayawardena

Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka menjadi negara terakhir yang dinyatakan bangkrut. Bangkrutnya Sri Lanka menjadi krisis terbesar yang dialami negara berjuluk "mutiara dari Samudera Hindia" sejak merdeka pada 1948.

Krisis dipicu oleh besarnya pengeluaran pemerintah, lonjakan harga, dan utang masif ke China. Anjloknya cadangan devisa juga menjadi penyebab lain.

Sri Lanka tercatat tidak dapat membayar kembali utang luar negerinya sebesar US$ 51 miliar. Pemerintah menyatakan gagal bayar pada April dan sedang bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk kemungkinan bailout.

Sebenarnya, Sri Lanka bukan satu-satunya negara yang terancam bangkrut. Gagal membayar utang (default) kini juga mengancam sejumlah negara, mulai dari Venezuela, Pakistan dan Laos.



Rasio utang pemerintah Laos misalnya, mencapai 55,6% pada 2020 dan negara tersebut kini memiliki utang senilai US$ 14,5 miliar kepada krediturnya.
Kemampuan Laos dalam membayar utang karena tidak memiliki cukup penerimaan untuk membayar utang.

Pakistan juga menghadapi ancaman default karena kemampuan mereka untuk membayar utang mengecil. Padahal, ada utang jatuh tempo senilai US$ 6,4 miliar dalam jangka waktu tiga tahun ke depan.

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud negara bangkrut serta apa yang membuat sebuah negara dinyatakan bangkrut?

Secara teori, sebuah negara tidak bisa disebut bangkrut atau gulung tikar seperti perusahaan pada umumnya. Pasalnya, negara tetap memiliki penghasilan dalam bentuk penerimaan pajak ataupun investasi.

Istilah negara bangkrut juga dinilai tidak tepat karena pemerintah negara tersebutlah yang bangkrut bukan negaranya. Istilah bangkrut pada sebuah negara lebih diartikan ketidakmampuan mereka dalam membayar utang dalam periode tertentu.

Seperti halnya individu atau perusahaan, negara kerap berhutang untuk memenuhi kewajiban seperti melaksanakan pembangunan atau menggaji pegawai.
Hutang bisa bersumber dari dalam negeri dengan menggunakan mata uang lokal atau bersumber dari luar negeri dengan valuta asing (valas).

Utang yang diterbitkan atau diperoleh dalam denominasi mata uang lokal bisa dibayar langsung dengan mata uang negara tersebut yang diperoleh melalui pendapatan pajak dan lain sebagainya.

Namun, utang yang diperoleh dari investor asing dan berdenominasi valas harus dibayar dalam valas, termasuk bunganya. Negara bersangkutan tidak bisa mencetak uang negara lain.

Negara mendapatkan valas dari pendapatan ekspor atau penanaman modal dari investor asing yang akan menjadi devisa. Cadangan devisa inilah yang akan digunakan untuk membayar utang valas.

Kondisi inilah yang bisa menjadi masalah karena ekspor dan investasi dari investor asing tidak bisa dikendalikan sepenuhnya oleh negara. 
Ekspor dan investasi asing ditentukan oleh banyak faktor mulai dari tren perdagangan global, kondisi pasar keuangan, serta prospek ekonomi negara bersangkutan.

Sebuah negara bisa saja tidak mampu memenuhi pembayaran bunga ataupun pokok utang saat jatuh tempo karena mereka tidak memiliki valas yang memadai atau karena pendapatan mereka tidak mencukupi. Kondisi tersebut membuat pembayaran macet hingga menyebabkan gagal bayar utang atau default.

Default juga kerap terjadi karena pengeluaran sebuah negara yang berlebihan dan jauh di atas penerimaan mereka. Utang Jamaika sebesar U$7,9 miliar dinyatakan default pada 2010 karena belanja pemerintah yang berlebihan.

Kondisi semakin memburuk jika impor negara bersangkutan sangat tinggi. Cadangan devisa bisa terkuras untuk mengimpor kebutuhan padahal di satu sisi pendapatan valas dari ekspor mengecil.

Kondisi ini bisa memperbesar kemungkinan default karena cadangan devisa yang seharusnya dipakai membayar bunga utang terkuras oleh impor.
Cadangan devisa Sri Lanka terkuras dari sekitar US% 7,5 miliar pada awal 2021 menjadi hanya US$ 1,9 miliar pada Juni 2022.

Namun, negara tentu saja berbeda dengan perusahaan atau individu saat mengalami gagal bayar utang. Pada individu atau perusahaan, kreditor bisa menyita aset saat terjadi default sementara kreditor sebuah negara tidak selalu mesti bisa melakukannya kendati sita aset nasional pernah dilakukan.

Kapal laut latih Argentina yang ada di Ghana pernah disita pada 2012 saat negara tersebut dinyatakan default.

Negara akan bertemu dengan kreditor untuk kemudian melakukan renegoisasi pembayaran utang dan bunga utang mereka. Pembayaran utang bisa dijadwal ulang atau bahkan dikurangi.

Dana Moneter Internasional (IMF), China, serta negara-negara maju yang tergabung
dalamParis Club adalah beberapa kreditor terbesar untuk negara. Investor swasta juga banyak yang memberi utangan kepada sebuah negara, seperti BlackRock dan Pimco.


Sejarah kebangkrutan sebuah negara sudah sangat panjang dan melewati periode ratusan tahun. Yunani adalah negara pertama yang dinyatakan bangkrut yakni pada 377 sebelum masehi.

Sejak itu, Yunani sudah mengalami kebangkrutan beberapa kali. Yakni pada 1826, 1843, 1860, 1894, 1932, dan 2015 lalu.

Sejumlah negara juga pernah dinyatakan bangkrut mulai dari Argentina, Lebanon, Meksiko, Islandia, dan Rusia. Ekuador menjadi negara yang paling sering menyatakan bangkrut di antara negara-negara berdaulat, hingga 10 kali.

 

Brasil, Meksiko, Uruguay, Cili, Kosta Rika, Spanyol, dan Rusia juga telah menyatakan kebangkrutan sembilan kali selama periode yang sama. Bagaimana RI?

Indonesia sendiri pernah terlilit utang dalam jangka panjang kepada IMF yang dimulai pada 1998. Situasi Indonesia juga mirip dengan Sri Lanka pada saat ini yakni adanya lonjakan harga kebutuhan pokok, inflasi melambung, kondisi politik yang carut marut, serta kerusuhan masal.

Sedikit berbeda dengan Sri Lanka, tumpukan utang pada periode 1997-1998 didominasi utang swasta. Menurut laporan Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran, pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara utang pemerintah US$ 53,5 milyar.

Presiden Soeharo pada Januari 1998 bahkan harus menandatangani Letter of Intent atau LoI dengan IMF. Indonesia pun menjadi pasien IMF selama bertahun-tahun.

IMF menyetujui pinjaman senilai 17,36 Special Drawing Rights (SDR) pada 1998 meskipun hanya dicairkan sebesar 11,1 miliar SDR. Indonesia sepenuhnya bisa melunasi utang IMF pada 2006 lalu.

 

Michel Camdessus dan Presiden Soeharto (Reuters)Foto: Michel Camdessus dan Presiden Soeharto (Reuters)
Michel Camdessus dan Presiden Soeharto (Reuters)


Berdasarkan data Kementerian Keuangan, outstanding utang luar negeri pemerintah meningkat tajam dari Rp 237 triliun pada 1997 menjadi Rp 581 pada 2000. 
Pinjaman IMF menjadi "obat pahit" bagi Indonesia karena justru membuat ekonomi Indonesia limbung.

Ada 50 butiran kesempatan dalam perjanjian dengan IMF yang membuat perekonomian Indonesia ambruk mulai dari likuidiasi 16 bank hingga penerapan nilai tukar mengambang atau sesuai pasar. Namum, Krisis Moneter 1997/1998 juga membuat Indonesia banyak berbenah terutama dalam pengelolaan perbankan dan keuangan negara.

Pemerintah menerbitkan Undang Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur batas defisit. Defisit anggaran dibatasi maksimal hanya 3% dari PDB. Jumlah utang dibatasi maksimal 60% dari PDB. Pemerintah juga memperketat industri perbankan dan utang swasta agar lebih manageable

TIM RISET CNBC INDONESIA

 



[Gambas:Video CNBC]
Next Article Karut Marut Negara Bangkrut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular