Duh! Raksasa Asia Ini Bisa Jadi Sri Lanka Kedua, Bangkrut!

News - Tommy Sorongan, CNBC Indonesia
05 February 2023 19:10
Petugas penyelamat melakukan operasi pencarian dan penyelamatan dari puing-puing masjid yang rusak sehari setelah ledakan di dalam markas polisi di Peshawar pada 31 Januari 2023. telah meningkat menjadi 95, dengan polisi mengumumkan penyelesaian operasi penyelamatan yang intens. (Hussain Ali/Anadolu Agency via Getty Images) Foto: Petugas penyelamat melakukan operasi pencarian dan penyelamatan dari puing-puing masjid yang rusak sehari setelah ledakan di dalam markas polisi di Peshawar pada 31 Januari 2023. (Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency)

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis keuangan dan ekonomi masih terus melanda beberapa negara-negara di Asia dan Afrika. Hal ini ditandai oleh defisit devisa yang tinggi ditambah inflasi yang melonjak tajam seperti yang telah dialami Sri Lanka sebelumnya.

Terbaru, hal ini dialami Pakistan. Bahkan, Negeri Ali Jinnah itu bahkan telah mengalami pemadaman listrik akibat tak mampu lagi menambah kapasitas energi untuk kebutuhannya.

Pada 6 Januari, Bank Negara Pakistan dilaporkan hanya memiliki devisa sebesar US$ 4,34 miliar (Rp 64 triliun). Ini hanya akan mencukupi kebutuhan impor selama tiga minggu kedepan.

Untuk menangani krisis, negara terpadat kelima di dunia itu telah mencari jalan bantuan. Salah satunya kepada Dana Moneter Internasional (IMF).

Menurut laporan CNBC, pada Selasa (31/1/2023) waktu setempat, salah satu pejabat IMF tiba di Pakistan untuk melakukan perbincangan terkait pencairan dana darurat yang dibutuhkan Pakistan dari paket bailout sebesar US$7 miliar atau sekitar Rp105,6 triliun (asumsi kurs Rp15.095/US$).

Saat ini, Pakistan hanya memiliki cadangan mata uang asing yang cukup untuk membayar impor sekitar tiga minggu.

Sebelumnya, pada 2019 Pakistan sempat menerima dana talangan dari IMF sebesar US$6 miliar atau sekitar Rp90,5 triliun dan US$1 miliar atau sekitar Rp15 triliun lagi pada Agustus 2022. Dana tersebut dicairkan dalam program pendanaan ke-23 IMF untuk Pakistan.

CNBC melaporkan, saat ini IMF disebut ogah mencairkan dana kepada Pakistan dengan mudah. Sebab, pejabat IMF ingin melihat pemerintah Pakistan menerapkan reformasi fiskal, termasuk mengizinkan nilai tukar yang ditentukan pasar untuk mata uang negara, rupee, dan pengurangan subsidi bahan bakar yang menjadi lebih mahal di tengah kenaikan harga energi global.

Namun, Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif menolak untuk melakukan perubahan tersebut selama berbulan-bulan karena takut risiko reaksi yang akan terjadi.

Pada akhir Januari 2023, prospek kebangkrutan nasional akhirnya memaksa pemerintah Pakistan untuk mencabut batasan buatan pada mata uangnya sehingga Rupee Pakistan anjlok 20% terhadap dolar dalam beberapa hari, menaikkan harga BBM sebesar 16%, dan bank sentral Pakistan menaikkan suku bunganya sebesar 100 basis poin untuk melawan inflasi tertinggi di negaranya dalam beberapa dekade. Diperkirakan mencapai 26% pada bulan Januari.

Menurut sejumlah ahli, krisis yang terjadi di Pakistan sebetulnya sudah lama terjadi dan jauh melampaui politik elektoral.

"Situasi ekonomi Pakistan adalah cerminan langsung dari prioritas negara yang salah tempat selama beberapa dekade," kata seorang peneliti di Institut Studi Perdamaian dan Konflik di New Delhi, Kamal Madishetty. Madishetty menunjuk pada kontrol militer yang luar biasa atas semua institusi lain sebagai faktor kunci.

Madishetty menjelaskan, pada 2022 alias saat Pakistan memangkas pengeluaran untuk bidang-bidang, seperti infrastruktur dan pendidikan, pengeluaran untuk militer malah naik sebesar 11%.

"Pembentukan militer negara terus menyudutkan bagian sumber daya yang tidak proporsional untuk dirinya sendiri dengan mengorbankan warga biasa," kata Madishetty.

Senior Non-Residen di Atlantic Council, Kamal Alam menggambarkan bahwa penguasa yang disfungsional yang selama beberapa dekade telah menyalahgunakan dana dan mencegah reformasi yang berarti.

"Pakistan yang terperosok dalam korupsi politik, militer, dan feodal kini jadi negara yang hanya bertahan karena kemurahan hati Saudi, China, UEA, dan AS," kata Alam.

"Akhirnya, para donatur juga kehabisan kesabaran karena tidak adanya transparansi dampak dari donasi yang mereka berikan," lanjutnya.

Seperti sudah jatuh tertimpa tangga, pada Juni 2022 lalu juga Pakistan menjadi korban perubahan iklim. Bencana banjir yang terjadi pada pertengahan 2022 itu membuat sepertiga Pakistan tenggelam dan membuat 33 juta orang masuk ke dalam daftar korban. Selain itu, terdapat pula kerusakan dan kerugian ekonomi miliaran dolar akibat bencana tersebut.

Bencana itu juga 'terkombinasi' dengan masalah ekonomi yang sudah ada dan dampak Covid-19 yang berkepanjangan. Pada awal Januari, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan negara dari 4 persen Juni lalu menjadi 2 persen untuk 2023.

"Situasi ekonomi yang genting, cadangan devisa yang rendah dan defisit neraca berjalan, dan fiskal yang besar menjadi alasan utama," sebut Bank Dunia.

Menurut catatan IMF, lebih dari 30% total utang luar negeri Pakistan berasal dari China. Madishetty menyebutkan, angka tersebut tiga kali lipat utang Pakistan kepada IMF dan lebih dari gabungan pinjamannya dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.

"Pinjaman dari China disertai dengan persyaratan yang tidak jelas, mengabaikan kelayakan proyek jangka panjang, mengabaikan biaya lingkungan dan sosial, dan memiliki suku bunga yang biasanya 1-2 persen lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh pemberi pinjaman OECD," sebut Madishetty.

Terlepas dari kondisi dan situasi keuangannya saat ini, Pakistan terus meminjam dari China.

"Baru-baru ini, mereka mencari pinjaman US$10 miliar (atau sekitar Rp150 triliun) dari China untuk proyek kereta api besar dan mengabaikan masalah utang. Keputusan seperti itu pasti mendorong negara menuju gagal bayar utangnya lebih cepat daripada nanti," papar Madishetty.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bangkrut tapi 'Santuy', Sri Lanka Resmikan Menara Rp 1,6 T


(fab/fab)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading