
Perang Rusia-Ukraina, 71 Juta Orang Jatuh Miskin! RI Aman?

Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% pada tahun 2022, makin cepat dibanding pada tahun 2021 yaitu 3,7%. Sebagai eksportir komoditas, Indonesia diuntungkan dari lonjakan harga hasil bumi membuat neraca perdagangan menjadi kuat. Nilai ekspor bahkan mencatat rekor sepang masa pada bulan Mei.
Batu bara, sawit, nikel, tembaga adalah komoditas yang jadi tumpuan penambah pundi-pundi pendapatan Indonesia. Ekonomi Indonesia juga di sisi lain cukup bergantung terhadap China. Pelemahan ekonomi China akan turut menarik Indonesia ke bawah, baik dari sisi perdagangan maupun investasi.
Ekonomi China pada tahun 2022 diproyeksikan akan bertumbuh 4,3%. Pencapaian ini melambat dari tahun 2021 sebesar 8,1%.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang terhambat terutama akibat gelombang Covid-19 yang mengharuskan untuk penguncian ketat. Akibatnya pertumbuhan belanja konsumen menjadi lemah.
Sementara itu, investasi perdagangan dan manufaktur telah kehilangan momentum karena gangguan pasokan dan dampak negatif konflik di Ukraina.
Nyatanya saat ini pemerintah masih mensubsidi BBM jenis Pertalite untuk meringankan rakyat Indonesia. Di sisi lain, harga bahan bakar minyak (BBM) tidak bisa ditahan terus menerus apabila harga minyak dunia terus menanjak. Subsidi BBM ibarat bom waktu yang siap ledakan APBN.
Lonjakan harga komoditas global, khususnya minyak mentah merupakan risiko bagi inflasi dan arah fiskal di negara kawasan. Bagi Indonesia, kenaikan harga komoditas menjadi keuntungan sekaligus kerugian.
Kenaikan harga komoditas global membawa berkah dalam peningkatan ekspor dan pendapatan pemerintah, namun menambah biaya fiskal untuk mempertahankan kontrol harga serta subsidi dan menahan laju inflasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
