Jakarta, CNBC Indonesia - Kuartal pertama tahun ini dunia dikejutkan dengan invasi Rusia ke Ukraina yang sontak melambungkan harga energi dan sejumlah komoditas utama. Lonjakan tersebut diperparah dengan gangguan rantai pasok menjadi fondasi inflasi tinggi yang sebelumnya telah menggigit negara maju di kawasan Eropa dan Amerika Utara, kini kecemasan yang sama mulai merayap ke kawasan ASEAN.
Dari dalam negeri, inflasi Indonesia melesat pada periode Juni 2022. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan laju inflasi 4,35% secara tahunan (yoy) bulan lalu merupakan level tertinggi sejak Juni 2017. Inflasi tahun kalender saat ini berada di angka 3,19%.
Senada dengan energi, harga pangan global juga mencatat kenaikan tajam tahun ini dengan indeks komoditas IMF untuk makanan & minuman, serta indeks non-bahan bakar, telah menyentuh rekor tertinggi tahun ini. Sementara itu indeks pangan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (UN FAO) telah menyentuh rekor tertinggi di bulan April dan mendatar di bulan Mei tetapi masih melonjak rata-rata 26% (yoy) dalam dua bulan.
Dalam laporan terbarunya terkait kenaikan harga pangan dan kekhawatiran akan inflasi DBS Group Research menyebut bahwa kenaikan harga pangan terjadi secara luas di antara sub-segmen dengan minyak nabati memimpin dengan margin yang lebar, diikuti oleh sereal.
Harga minyak nabati, khususnya CPO yang merupakan turunan dari kelapa sawit memang sempat menguat tajam tahun ini yang akhirnya memaksa masyarakat, khususnya di Indonesia, menebus minyak goreng dengan harga yang lebih tinggi. Meskipun pemerintah sudah menyalurkan subsidi, menetapkan ambang batas harga tertinggi hingga menghentikan ekspor sementara, harga minyak tak kunjung stabil dan malah terjadi kelangkaan di pasar.
Riset DBS mengungkapkan bahwa harga pangan dan bahan bakar yang tinggi menandai pukulan ganda bagi rumah tangga karena konsumen cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatan mereka untuk kebutuhan dasar. Bobot makanan dalam keranjang inflasi harga konsumen ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina dan Vietnam) berkontribusi signifikan di rentang 20-40% dan dengan tambahan bahan bakar, bobotnya meningkat ke kisaran 50-60% dari total.
Kenaikan harga pangan baru-baru ini juga terkait dengan tingginya harga energi yang menambah biaya transportasi dan pupuk selain juga utamanya didorong oleh distorsi pasokan karena ketegangan geopolitik, cuaca buruk dan kebijakan pembatasan perdagangan yang dibuat oleh negara-negara pengekspor utama, termasuk yang dilakukan Indonesia dengan CPO, Malaysia dengan ayam dan India dengan gandum.
Harga pangan yang tinggi ini menimbulkan tantangan bagi pembuat kebijakan, karena inflasi sisi penawaran dalam kebutuhan dasar seperti makanan dan bahan bakar cenderung mengubah persepsi inflasi. Sebagai contoh, semakin lama inflasi berlangsung, semakin tinggi potensi dampak tingkat kedua dan limpahan ke pertumbuhan upah.
DBS juga mencatat bahwa meskipun indeks pangan PBB dan berbagai organisasi internasional lainnya meningkat tajam, ternyata memiliki korelasi yang cenderung lemah dengan inflasi pangan di ASEAN. Hal ini karena terdapat sejumlah parameter domestik utama yang dapat mengurangi atau memperburuk dampak dari pergerakan komoditas pangan global.
Negara net importir pangan seperti Singapura dan Filipina cenderung mengalami tantangan terbesar akibat kenaikan harga pangan global, sedangkan empat negara lain di ASEAN-6 yang tidak mengalami defisit perdagangan di sektor pangan, relatif lebih aman. Selanjutnya kekuatan untuk intervensi pasar dan kebijakan juga dapat membantu meringankan beban.
Secara keseluruhan, meskipun kenaikan indeks harga komoditas pangan global merupakan salah satu sumber kekhawatiran, pergerakan ke harga domestik final lebih ditentukan oleh ketergantungan negara pada impor serta tingkat kontrol harga di dalam negeri.
Indonesia
Meskipun indeks harga konsumen (IHK) Juni (yoy) di Indonesia mencapai tingkat tertinggi dalam 5 tahun di angka 4,35% (yoy), Inflasi inti tercatat bergerak lebih lambat dari atau berada di angka 2,63% (yoy).
Inflasi inti sendiri merupakan komponen inflasi (IHK/ headline inflation) yang cenderung menetap dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti permintaan-penawaran, nilai tukar hingga harga komoditi internasional. Sedangkan komponen lain dari IHK adalah inflasi non-inti,yakni komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya.
Meskipun harga pangan naik di keranjang inflasi, kenaikan harga energi global yang lebih tinggi tidak tercermin sempurna ke harga domestik karena adanya subsidi bahan bakar dan listrik. Naiknya harga energi global telah mendorong seruan untuk rasionalisasi subsidi dan pengurangan pengendalian harga. Subsidi energi naik 56% tahun 2022 untuk mengurangi tekanan pada daya beli konsumen dan membatasi kekhawatiran inflasi.
Inflasi akan menjadi faktor kunci tahun ini karena tekanan untuk menurunkan subsidi, khususnya terkait penyesuaian varian bahan bakar non-subsidi, kenaikan makanan dan pajak akan menopang inflasi, dengan pemulihan permintaan turut menunjukkan risiko kenaikan inflasi yang lebih tinggi.
Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juni, BI telah menandai risiko inflasi yang melampaui target dan kemungkinan akan tetap tinggi di 2H22. Selain inflasi tinggi, saat ini rupiah juga masih tertekan melawan dolar AS. Meski belum diumumkan secara resmi oleh pihak bank sentral, sejumlah analis memperkirakan BI akan segera menaikkan suku bunga dalam waktu dekat dengan DBS mengharapkan kenaikan 75bp pada akhir tahun.
Malaysia
Inflasi utama Malaysia sejauh ini masih terkendali, terutama dibantu oleh subsidi pemerintah. Inflasi rata-rata dari Jan-Mei berada di 2,4% (yoy). Meski demikian inflasi ini diprediksi akan segera menyusul rekan-rekan regional, di tengah tanda-tanda kenaikan dan meluasnya tekanan harga.
Bank Negara Malaysia (BNM) yang merasa puas dengan pemulihan pertumbuhan ekonomi telah memulai normalisasi suku bunga (overnight policy rate/OPR) dengan kenaikan 25bps menjadi 2,00% pada pertemuan Mei. BNM terus melihat kebijakan moneter tersebut akomodatif bagi perekonomian.
Filipina
Bangko Sentral Ng Pilipinas (BSP) sedang berada dalam mode perang melawan inflasi yang berada pada tren kenaikan tinggi di atas target BSP 2-4%. Bulan Juni lalu, IHK di Filipina tercatat mencapai 6,1% (yoy) dan telah melawati target pemerintah sejak bulan April.
Inflasi tinggi tersebut didorong oleh kenaikan harga komoditas dan mengancam stabilitas harga yang berusaha dikontrol oleh bank sentral. Efek inflasi mulai merembes ke sektor lain terlihat dari kenaikan upah minimum dan tarif transportasi lokal, jeepney. Depresiasi peso Filipina terhadap dolar AS juga berada pada laju tercepatnya dalam lima tahun menambah tekanan impor.
Dalam dua bulan terakhir, bank sentral Filipina telah dua kali menaikkan suku bunga acuannya, masing-masing 25 bps, kini menjadi 2,5%. Analis dan ekonom percaya bahwa pemerintah Filipina akan kembali menaikkan suku bunganya tahun ini
Gubernur BSP Diokn mengatakan dalam pertemuan Juni bahwa bank sentral 'siap untuk mengambil semua tindakan kebijakan yang diperlukan' untuk membawa inflasi kembali ke target dalam jangka menengah.
Singapura
Inflasi Singapura untuk bulan naik menjadi 5,6% YoY, sementara inflasi inti melonjak menjadi 3,6%, tertinggi sejak 2008. Inflasi makanan, perumahan dan utilitas, dan transportasi adalah pendorong utama, dan kemungkinan akan terus mendorong inflasi (IHK) ke angka yang lebih tinggi disebabkan oleh inflasi global, gangguan rantai pasokan dan harga energi yang tinggi.
Selain dampak perang Ukraina, larangan ekspor unggas Malaysia baru-baru ini telah membuat inflasi pangan menjadi sorotan. Kenaikan premi COE (certificate of entitlement) yang tinggi juga memperparah inflasi sektor transportasi yang kondisinya telah parah karena harga BBM yang pada level tertinggi multi-tahun. Disandingkan dengan pasar tenaga kerja yang sudah ketat, DBS memperkirakan IHK Singapura tampaknya akan terus berada di atas level 5% dalam beberapa bulan mendatang.
Otoritas Moneter Singapura (MAS) telah mengambil langkah antisipasi untuk menormalkan kebijakan moneter. MAS kembali secara bertahap menaikkan kebijakan nilai tukar efektif nominal dolar Singapura (Sing NEER) Oktober lalu.
Namun, tekanan inflasi yang terus berlanjut telah mendorong bank sentral untuk mengetatkan moneter dua kali lagi. Dengan Sing NEER saat ini berada di dekat batas atas kebijakan, namun tekanan inflasi tetap tinggi.
Di sisi fiskal, pemerintah menetapkan paket stimulus SG$ 1,5 miliar untuk membantu warga dan bisnis Singapura menghadapi inflasi yang tinggi. Tujuannya adalah untuk memberikan bantuan segera dan tepat sasaran, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah dan lebih rentan, serta memberikan lebih banyak bantuan kepada perusahaan lokal untuk dapat bertahan.
Thailand
Inflasi di Thailand bulan Juni mencapai 7,66% (yoy), melampaui batas target 1-3% dan telah menjadi perhatian utama bagi Bank of Thailand (BOT).
Oleh karena itu, tinggal menunggu waktu sebelum BOT menjadi tidak nyaman dengan percepatan inflasi dan mulai memprioritaskan stabilitas harga dalam kerangka kebijakan moneternya sembari mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
DBS memperkirakan kenaikan suku bunga 25 bps menjadi 0,75% pada pertemuan Agustus atau sebelumnya, setelah pergeseran pandangan yang kian hawkish pada pertemuan Juni. Keputusan rapat bulan Juni tidak bulat, dengan suku bunga bertahan di rekor terendah 0,5%. Tiga dari tujuh anggota Komite Kebijakan Moneter memilih kenaikan 25bps.
Retorika bank sentral mencerminkan urgensi untuk mengatasi inflasi. BOT melihat biaya ekonomi di masa depan akan lebih tinggi akibat normalisasi kebijakan yang tertunda. Peningkatan inflasi dinilai lebih merugikan daya beli konsumen dibandingkan dengan kenaikan suku bunga. Namun, pendekatan pengetatan bertahap mungkin dilakukan, karena pihak berwenang akan berhati-hati dan berharap tidak menghentikan pemulihan ekonomi.
Vietnam
Inflasi di Vietnam masih berada di bawah target 4% yang ditetapkan oleh bank sentral setempat, State Bank of Vietnam (SBV). Meski demikian, IHK yang mencapai titik terendah di bulan Februari di 1,4% (yoy) kini naik menjadi 3,4% (yoy) di bulan Juni, dengan rata-rata kenaikan 2,4% di semeter pertama tahun ini.
Ke depannya inflasi di Vietnam juga diharapkan akan bertahan di level tingi atau kembali naik mengingat terdapat sejumlah pendorong utama termasuk peningkatan tinggi di biaya transportasi akibat kenaikan harga energi global.
TIM RISET CNBC INDONESIA