
'Tsunami' Inflasi Sudah Sampai di ASEAN! Termasuk RI Dong?

Indonesia
Meskipun indeks harga konsumen (IHK) Juni (yoy) di Indonesia mencapai tingkat tertinggi dalam 5 tahun di angka 4,35% (yoy), Inflasi inti tercatat bergerak lebih lambat dari atau berada di angka 2,63% (yoy).
Inflasi inti sendiri merupakan komponen inflasi (IHK/ headline inflation) yang cenderung menetap dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti permintaan-penawaran, nilai tukar hingga harga komoditi internasional. Sedangkan komponen lain dari IHK adalah inflasi non-inti,yakni komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya.
Meskipun harga pangan naik di keranjang inflasi, kenaikan harga energi global yang lebih tinggi tidak tercermin sempurna ke harga domestik karena adanya subsidi bahan bakar dan listrik. Naiknya harga energi global telah mendorong seruan untuk rasionalisasi subsidi dan pengurangan pengendalian harga. Subsidi energi naik 56% tahun 2022 untuk mengurangi tekanan pada daya beli konsumen dan membatasi kekhawatiran inflasi.
Inflasi akan menjadi faktor kunci tahun ini karena tekanan untuk menurunkan subsidi, khususnya terkait penyesuaian varian bahan bakar non-subsidi, kenaikan makanan dan pajak akan menopang inflasi, dengan pemulihan permintaan turut menunjukkan risiko kenaikan inflasi yang lebih tinggi.
Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juni, BI telah menandai risiko inflasi yang melampaui target dan kemungkinan akan tetap tinggi di 2H22. Selain inflasi tinggi, saat ini rupiah juga masih tertekan melawan dolar AS. Meski belum diumumkan secara resmi oleh pihak bank sentral, sejumlah analis memperkirakan BI akan segera menaikkan suku bunga dalam waktu dekat dengan DBS mengharapkan kenaikan 75bp pada akhir tahun.
Malaysia
Inflasi utama Malaysia sejauh ini masih terkendali, terutama dibantu oleh subsidi pemerintah. Inflasi rata-rata dari Jan-Mei berada di 2,4% (yoy). Meski demikian inflasi ini diprediksi akan segera menyusul rekan-rekan regional, di tengah tanda-tanda kenaikan dan meluasnya tekanan harga.
Bank Negara Malaysia (BNM) yang merasa puas dengan pemulihan pertumbuhan ekonomi telah memulai normalisasi suku bunga (overnight policy rate/OPR) dengan kenaikan 25bps menjadi 2,00% pada pertemuan Mei. BNM terus melihat kebijakan moneter tersebut akomodatif bagi perekonomian.
Filipina
Bangko Sentral Ng Pilipinas (BSP) sedang berada dalam mode perang melawan inflasi yang berada pada tren kenaikan tinggi di atas target BSP 2-4%. Bulan Juni lalu, IHK di Filipina tercatat mencapai 6,1% (yoy) dan telah melawati target pemerintah sejak bulan April.
Inflasi tinggi tersebut didorong oleh kenaikan harga komoditas dan mengancam stabilitas harga yang berusaha dikontrol oleh bank sentral. Efek inflasi mulai merembes ke sektor lain terlihat dari kenaikan upah minimum dan tarif transportasi lokal, jeepney. Depresiasi peso Filipina terhadap dolar AS juga berada pada laju tercepatnya dalam lima tahun menambah tekanan impor.
Dalam dua bulan terakhir, bank sentral Filipina telah dua kali menaikkan suku bunga acuannya, masing-masing 25 bps, kini menjadi 2,5%. Analis dan ekonom percaya bahwa pemerintah Filipina akan kembali menaikkan suku bunganya tahun ini
Gubernur BSP Diokn mengatakan dalam pertemuan Juni bahwa bank sentral 'siap untuk mengambil semua tindakan kebijakan yang diperlukan' untuk membawa inflasi kembali ke target dalam jangka menengah.
(fsd)