PMI China Vs Eropa, Mana yang Lebih Baik?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
05 July 2022 14:35
Bendera China
Foto: Bendera China (AP Photo/Jae C. Hong)

Jakarta, CNBC Indonesia - Data aktivitas manufaktur dan jasa di China meningkat pada Juni 2022 berkat pelonggaran pembatasan Covid-19 di kota-kota besar seperti Shanghai dan Beijing.

Data aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) merupakan indeks yang dapat memberikan informasi tentang kondisi bisnis saat ini kepada analis dan investor.

Pada 30 Juni 2022, Biro Statistik Nasional (NBS) melaporkan PMI non-manufaktur meningkat menjadi 54,7 di Juni dari 47,8 di bulan sebelumnya. Industri jasa melakukan rebound yang signifikan dan menjadi yang tercepat dalam 13 bulan dan berhasil pulih ke atas angka 50 sejak Februari 2022.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Selain itu, aktivitas bisnis di industri yang sangat terpukul oleh pandemi, seperti kereta api dan transportasi udara, meningkat pada Juni. PMI manufaktur tercatat naik menjadi 50,2 poin di Juni dari 49,6 di Mei, sejalan dengan ekspektasi analis.

Hal serupa, indeks produksi berada di 52,8 dan menjadi posisi tertinggi sejak Maret 2021. Sedangkan, indeks pesanan baru juga kembali ke wilayah ekspansi untuk pertama kalinya dalam empat bulan, meskipun pertumbuhannya tetap lamban.

"Meskipun sektor manufaktur terus pulih bulan ini, tapi sebanyak 49,3% perusahaan melaporkan pesanan tidak mencukupi," tutur Analis Statistik di NBS dikutip Reuters.

Dia juga menambahkan bahwa permintaan pesanan masih menjadi masalah utama yang dihadapi industri manufaktur.

Menurut Senior Analis Caixin Insight Group, Wang Zhe bahwa permintaan yang menurun disebabkan oleh memburuknya pendapatan rumah tangga karena pasar tenaga kerja yang lemah.

Analis memperkirakan ekonomi China akan berada dalam jalur pemulihan hingga kuartal ketiga tahun ini, dan target PDB di 5,5% akan sulit dicapai kecuali pemerintah mengabaikan strategi Nol-Covid.

China adalah satu-satunya negara ekonomi utama yang masih mengejar aturan nol-Covid untuk menghilangkan wabah yang muncul, menggunakan penguncian cepat dan pengujian massal

Presiden Xi Jinping mengatakan bahwa pemerintah akan bertahan dengan kebijakannya saat ini. Xi juga memperingatkan bahwa China akan menghadapi konsekuensi yang tak terbayangkan jika ia mengadopsi kekebalan kawanan (herd immunity) atau pendekatan lepas tangan.

Namun, pendekatan tersebut telah berdampak buruk pada perekonomian, dimana toko-toko dan pabrik terpaksa menghentikan operasi dan rantai pasokan tegang.

"Butuh waktu untuk produksi kembali normal," kata Moody's Analytics dalam catatan. "Logistik tetap di bawah tekanan; pelabuhan besar mengalami kemacetan dan beberapa pabrik memperlambat produksi karena kekurangan pekerja."

Lantas, bagaimana dengan PMI di zona Eropa? Simak pembahasannya di halaman berikutnya

S&P Global telah merilis PMI manufaktur zona Eropa pada Kamis (23/6/2022) yang turun menjadi 52,1 di Juni dari 54,6 di bulan sebelumnya dan menjadi angka terendah sejak Agustus 2020.

PMI di zona Eropa telah menurun selama lima bulan beruntun, meski begitu, PMI zona Eropa dinilai masih ekspansif karena berada di atas 50.

Pemicu penurunan tersebut adalah kontraksi produksi pada Juni yang turun untuk pertama kalinya dalam dua tahun.

Berkurangnya tingkat produksi tersebut dipicu oleh penurunan tajam pada permintaan. Pesanan barang telah berkurang dengan laju yang cepat selama dua bulan terakhir. Permintaan jatuh hampir di seluruh sektor barang mulai dari barang konsumsi, barang investasi, hingga barang setengah jadi.

Hal tersebut dipicu oleh melonjaknya pengeluaran rumah tangga karena harga energi dan pangan melonjak, serta adanya prospek ekonomi yang tidak pasti turut membebani sentimen pasar. Sehingga, konsumen lebih berhati-hati untuk membeli barang.

Sementara itu, persediaan bahan baku dan barang yang tidak terjual meningkat karena volume produksi dan penjualan yang lebih rendah. Sehingga berpotensi akan menjadi hambatan tambahan pada sektor ini dalam beberapa bulan mendatang karena produsen mungkin akan memangkas produksi karena persediaan barang masih banyak.

Penurunan pada permintaan barang di Eropa berdampak pada jatuhnya tingkat kepercayaan binis terhadap prospek ekonomi ke tingkat yang paling suram selama lebih dari dua tahun.

S&P GlobalSumber: S&P Global

"Pertumbuhan ekonomi zona Eropa menunjukkan tanda-tanda goyah karena permintaan terpendam dari pandemi, diimbangi oleh guncangan biaya hidup dan merosotnya kepercayaan bisnis dan konsumen," tutur Kepala Analis S&P Global Chrish Williamson dikutip dari Reuters.

Meski begitu, sisi positifnya yaitu melemahnya permintaan barang akan berkontribusi pada pengurangan beberapa kendala rantai pasokan, sehingga dapat membantu mendinginkan tekanan inflasi untuk barang-barang industri.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular