AS Menuju Resesi, Indonesia Masih Bakal Menang Banyak?
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam situasi sekarang Indonesia tadinya disebut menang banyak. Pasalnya, lonjakan harga komoditas internasional muncul bak durian runtuh bagi Indonesia. Ekspor melonjak hingga penerimaan negara surplus dalam lima bulan beruntun.
Hal ini menjadi fundamental ekonomi Indonesia semakin kuat. Meskipun ada sedikit tekanan terhadap inflasi.
Di sisi lain Amerika Serikat (AS) amat semakin dekat dengan resesi akibat kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) secara agresif demi meredam lonjakan inflasi.
Hal ini diakui oleh Ketua Bank Sentral AS The Fed Jerome Powell yang berbicara Rabu kemarin di European Central Bank Forum. Powell menyatakan tidak bisa menjamin perekonomian AS terhindar dari resesi akibat kenaikan suku bunga agresif.
Pernyataan tersebut menegaskan The Fed akan terus menaikkan suku bunga untuk menurunkan inflasi, meski perekonomian AS berisiko mengalami resesi. Kondisi ini jadi momok menyeramkan bagi banyak negara, sebab bisa menimbulkan krisis keuangan.
Apa dampaknya ke Indonesia?
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad mengatakan, resesi AS jelas berimbas ke Indonesia. Dampak awal terlihat dari gejolak pasar keuangan. Aliran modal bergerak ke luar (capital outflow), sehingga menekan rupiah.
"Sekarang yang terjadi adalah capital outflow dan nilai tukar bisa tembus Rp 15.000 per dolar AS," ujarny dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Kamis (30/6/2022)
Dampak selanjutnya akan terasa di pembiayaan, khususnya utang jangka pendek. hal ini menurutnya cukup mengkhawatirkan, mengingat tingginya penarikan utang dalam dua tahun terakhir dan pembiayaan ke depan.
Ekspor Indonesia juga akan terganggu seiring turunnya permintaan dari AS, khususnya tekstil dan garmen. AS adalah mitra dagang utama Indonesia selain China, Jepang dan Thailand.
Indonesia juga harus mewaspadai adanya imported inflation. AS memasok beragam jenis pangan. Salah satunya adalah kedelai. Harga kedelai bisa melonjak dan mendorong kenaikan di produk olahan dalam negeri.
"Jadi akan ada implikasi ke imported inflation," imbuhnya.
Ekonom Maybank, Myrdal Gunarto, harus fokus dalam menjaga inflasi bersama Bank Indonesia (BI). Bila tidak, maka akan menggerus daya beli masyarakat yang merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Diketahui saat ini ekonomi nasional baru beranjak pulih dari pandemi covid-19. Ekonomi Indonesia diperkirakan masih bisa mencapai level 5% pada 2022 dan 2023 di tengah banyak negara terancam resesi.
(mij/mij)