
Aset Kripto 'Babak Belur', Program Nuklir Korut Ikut Terancam

Jakarta, CNBC Indonesia - Anjloknya pasar cryptocurrency telah menghapus jutaan dolar dana yang dicuri oleh peretas Korea Utara. Kondisi tersebut mengancam sumber utama pendanaan program senjatanya seperti yang diungkapkan empat penyelidik digital.
Melansir Reuters, Rabu (28/6/2022), Korea Utara telah mengerahkan para peretasnya untuk mencuri aset kripto dalam beberapa tahun terakhir. Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) bahkan mengungkapkan indikasi keterlibatan peretas Korea Utara dalam salah satu pencurian aset kripto terbesar yang pernah tercatat pada Maret lalu senilai US$ 615 juta.
Sementara itu, penurunan nilai kripto kripto yang dimulai pada Mei di tengah perlambatan ekonomi yang lebih luas, memperumit kemampuan Pyongyang untuk menguangkannya. Dua orang sumber Pemerintah Korea Selatan menyatakan hal itu juga dapat memengaruhi pendanaan program senjatanya.
Terancamnya aliran dana itu terjadi ketika Korea Utara menguji sejumlah rudal, yang diperkirakan oleh Institut Analisis Pertahanan Korea di Seoul telah menelan biaya sebanyak US$ 620 juta sepanjang tahun ini. Korut pun disebut siap melanjutkan uji coba nuklir di tengah krisis ekonomi.
Senada, meskipun aset kripto diperkirakan hanya sebagian kecil dari keuangan Korea Utara, Eric Penton-Voak, koordinator panel ahli PBB yang memantau sanksi, mengatakan bahwa serangan siber telah menjadi "benar-benar fundamental" terhadap kemampuan Pyongyang untuk menghindari sanksi dan mengumpulkan uang untuk program nuklir dan misilnya.
Pada 2019, pemantau sanksi melaporkan bahwa Korea Utara telah menghasilkan sekitar US$ 2 miliar untuk program senjata pemusnah massalnya menggunakan serangan siber.
Perusahaan analitik blockchain yang berbasis di New York, Chainalysis, menyatakan kepemilikan aset kripto Korea Utara yang lama dan tidak dicuci, yang mencakup aset dalam 49 peretasan dari 2017 hingga 2021, telah menurun nilainya dari US$ 170 juta menjadi US$ 65 juta sejak awal tahun.
![]() |
Nick Carlsen, seorang analis dengan TRM Labs, perusahaan analisis blockchain lain yang berbasis di AS, mengatakan salah satu aset kripto Korea Utara dari pencurian tahun 2021, yang telah bernilai puluhan juta dolar, telah kehilangan 80% hingga 85% dari nilainya dalam beberapa minggu terakhir dan sekarang bernilai kurang dari US $10 juta.
Sebagai informasi, pihak berwenang AS mengungkapkan serangan Maret senilai US$ 615 juta terhadap proyek blockchain Ronin, yang menggerakkan game online populer Axie Infinity, adalah pekerjaan operasi peretasan Korea Utara yang dijuluki Lazarus Group.
Carlsen mengatakan kepada Reuters bahwa pergerakan harga yang saling berhubungan dari berbagai aset yang terlibat dalam peretasan membuat sulit untuk memperkirakan berapa banyak yang berhasil dipertahankan Korea Utara dari pencurian itu.
Menurutnya, jika serangan yang sama terjadi hari ini, mata uang Ether yang dicuri akan bernilai sedikit lebih dari US$ 230 juta, tetapi Korea Utara menukar hampir semua itu dengan Bitcoin, yang memiliki pergerakan harga terpisah.
"Tak perlu dikatakan, Korea Utara telah kehilangan banyak nilai, di atas kertas," kata Carlsen. "Tetapi bahkan dengan harga yang tertekan, ini masih merupakan tangkapan yang sangat besar."
Amerika Serikat mengatakan Lazarus dikendalikan oleh Biro Umum Pengintaian, biro intelijen utama Korea Utara. Mereka telah dituduh terlibat dalam serangan ransomware "WannaCry", peretasan bank internasional dan rekening pelanggan, dan serangan cyber 2014 di Sony Pictures Entertainment.
Analis enggan memberikan perincian tentang jenis aset kripto apa yang dimiliki Korea Utara, yang mungkin memberikan metode investigasi. Chainalysis mengatakan bahwa Ether, cryptocurrency umum yang terkait dengan platform blockchain open-source Ethereum, adalah 58%, atau sekitar US$ 230 juta, dari $400 juta yang dicuri pada tahun 2021.
Chainalysis dan TRM Labs menggunakan data blockchain yang tersedia untuk umum untuk melacak transaksi dan mengidentifikasi potensi kejahatan. Pekerjaan tersebut telah dikutip oleh pemantau sanksi, dan menurut catatan kontrak publik, kedua perusahaan tersebut bekerja dengan lembaga pemerintah AS, termasuk IRS, FBI, dan DEA.
Di sisi lain, pihak kedutaan Korut di London mengaku tidak bisa mengomentari hal itu karena tuduhan peretasan mata uang kripto adalah "berita yang benar-benar palsu."
Kementerian luar negeri Korea Utara pun menyebut tuduhan semacam itu sebagai propaganda AS.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kim Jong Un Pecat Pejabat Militer Nomor 2 di Korut, Kenapa?
