Internasional

Mohon Maaf, Pakistan... Badai Belum Berlalu

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
28 June 2022 13:35
Pendukung kelompok agama Tehreek-e-Hurmat-e-Rasool berdemonstrasi mengutuk referensi menghina Islam dan Nabi Muhammad baru-baru ini yang dibuat oleh Nupur Sharma, juru bicara partai nasionalis Hindu India, di Lahore, Pakistan. (AP/K.M. Chaudary)
Foto: Pendukung kelompok agama Tehreek-e-Hurmat-e-Rasool berdemonstrasi mengutuk referensi menghina Islam dan Nabi Muhammad baru-baru ini yang dibuat oleh Nupur Sharma, juru bicara partai nasionalis Hindu India, di Lahore, Pakistan. (AP/K.M. Chaudary)

Jakarta, CNBC Indonesia - Impor bahan bakar minyak Pakistan diperkirakan akan mencapai posisi tertinggi dalam empat tahun pada Juni 2022. Ini bisa makin memperburuk keadaan ekonomi Pakistan, yang mana nyaris bangkrut.

Harga gas alam cair (LNG) yang mahal membuat Pakistan beralih ke minyak untuk operasional pembangkit listrik di tengah gelombang panas yang mendorong permintaan untuk pendingin.

Sebenarnya Pakistan sudah memotong impor bahan bakar minyak sejak semester kedua pada 2018 karena harga LNG saat itu murah. Namun kemudian mulai kembali mengkonsumsi minyak karena harga LNG melambung sejak Juli 2021.

Impor bahan bakar minyak Pakistan diperkirakan bisa naik menjadi sekitar 700.000 ton bulan ini, setelah mencapai 630.000 ton pada Mei, menurut perkiraan Refinitiv. Puncak impor di 680.000 ton pada Mei 2018 dan 741.000 ton pada Juni 2017.

Impor Minyak PakistanSumber: Refinitiv

Juru Bicara Kementerian Energi Pakistan mengatakan harga global sebagai alasan lonjakan impor bahan bakar minyak. Impor ini akan berlanjut pada Juli karena Minyak Negara Pakistan (PSO menerima tawaran dari Coral Energy untuk memasok dua bahan bakar minyak dengan sulfur tinggi (HSFO) dan satu kargo minyak bahan bakar sulfur rendah (LSFO). Pesanan tersebut akan dikirim saat paruh kedua Juli. PSO sendiri ingin memenuhi 5 kargo dengan melakukan lelang.

"Data impor menunjukkan bahwa perusahaan pembangkit listrik termal di Pakistan melakukan peralihan awal dari gas ke bahan bakar minyak akhir tahun lalu dan dinamika harga memberikan insentif berkelanjutan untuk memaksimalkan pembelian bahan bakar minyak melalui LNG," kata Timothy France, analis minyak senior MENA kepada Refinitiv (27/6/2022).

"Kondisi cuaca di Pakistan tampaknya sangat mendukung permintaan. Permintaan pendinginan biasanya tetap tinggi hingga pertengahan September, yang menyiratkan bahwa impor dapat tetap tinggi pada Juni, Juli dan Agustus," tambah Prancis.

Impor yang tinggi akan makin memberatkan ekonomi India, terutama soal utang untuk pengadaan impor. Di saat bersamaan, Pakistan juga diterjang masalah inflasi yang kian panas tiap bulannya.

Pakistan membutuhkan setidaknya US41 miliar dalam 12 bulan ke depan untuk membayar utang dan mendanai impor. Jika tidak, Pakistan terancam pailit alias gagal bayar utang.

Cadangan devisa Pakistan telah turun menjadi US $8,24 miliar, hanya cukup untuk menutupi kurang dari dua bulan impor. Padahal normalnya minimal cadangan devisa memenuhi 3 bulan impor.

Sementara itu, inflasi utama telah mencapai yang tercepat dalam lebih dari dua tahun dan berpotensi makin naik karena gempuran harga energi yang tinggi. Pada Mei 2022, laju inflasi Pakistan berada di 13,8% year-on-year/yoy. Ditambah dengan harga barang grosir yang melonjak 29% pada Mei dibanding tahun 2021. Ini makin menekan daya beli masyarakat Pakistan tentunya.

 

Inflasi PaksitanSumber: tradingeconomics

 

Selain itu, neraca perdagangan Pakistan tercatat defisit PKR 692,5 juta. Defisit akan makin dalam karena impor minyak makin tinggi. Akibatnya, mata uang rupee Pakistan anjlok, sepanjang tahun ini melemah 17% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Pakistan dengan ekonominya layaknya zombie. Nasib Pakistan kini ditentukan oleh pihak luar, dalam hal ini Dana Moneter Internasional (IMF).

Pemerintah Pakistan menaikkan pajak bagi industri dan individu untuk melancarkan kesepakatan baru gelontoran dana dari organisasi yang berkantor pusat di Washington DC tersebut.

Adapun 13 industri besar, perusahaan dan korporasi yang memiliki pendapatan lebih dari US$ 1,45 juta pajaknya naik dari 29% menjadi 39%. Tujuannya Pakistan mendapat kesepakatan penting dari IMF adalah untuk menyelamatkan negera itu dari kebangkrutan dan membuka jalan bagi lebih banyak bantuan dari lembaga multirateral lain dari negara-negara sahabat.

Artinya posisi utang Pakistan bisa makin tinggi lagi. Padahal  rasio utang Pakistan mencapai 74% dari PDB pada 2021. Hal ini yang berpotensi makin menekan ekonomi Pakistan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular