Gambaran Bank Dunia Soal Stagflasi: Seperti Badai Besar
Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena ekonomi belakangan ini ditandai dengan merosotnya pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan inflasi tinggi atau dikenal sebagai stagflasi.
Kepala Ekonom Bank Dunia Indonesia dan Timor Leste Habib Rab kembali membawa ingatan ke era 1970-an, di mana inflasi global saat itu mencapai puncak tertinggi menyentuh 14,4% sehingga disebut sebagai era hiperinflasi. Pendorong utamanya, kenaikan harga minyak dunia.
Peningkatan risiko stagflasi membuat resesi ekonomi akan sulit dihindari. Risiko stagflasi cukup besar dengan konsekuensi yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi negara berpenghasilan rendah dan menengah.
"Terakhir kali dunia mengalami stagflasi pada awal 1970-an. Stagflasi saat itu menciptakan badai yang besar bagi pembuat kebijakan," jelas Rab dalam sebuah webinar, Rabu (22/6/2022).
"Kebijakan ekonomi harus dibuat akomodatif, sementara inflasi yang tinggi membutuhkan kebijakan ekonomi yang lebih ketat, dan kebijakan yang lebih ketat di tengah beban utang yang tinggi oleh banyak negara menimbulkan risiko," ujarnya lagi.
Oleh karena itu, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini hanya tumbuh 2,9% tahun ini, menurun signifikan dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi global 2021 yang mampu mencapai 5,7%.
"Kinerja ekonomi global di tahun depan juga diperkirakan akan bergerak lebih flat atau tidak ada rebound," jelas Rab lagi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga dalam banyak kesempatan terus menghimbau kepada seluruh pihak, untuk mewaspadai stagflasi yang mengancam dunia. Pasalnya itu menyebabkan bahaya bagi perekonomian di dalam negeri.
"Dunia dalam tantangan stagflasi itu kombinasi yang berbahaya bagi perekonomian di mana saja," ungkapnya dalam Pengarahan Kepada Penjabat Gubernur dan Penjabat Bupati/Penjabat Walikota di kantor Kementerian Dalam Negeri, Kamis (16/6/2022).
Stagflasi adalah kondisi di mana ekonomi menurun, sementara inflasi justru melonjak tinggi.
Kali ini, stagflasi dipicu oleh pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih disambung oleh perang Rusia dan Ukraina. Agresi Rusia mengakibatkan harga pangan dan energi melonjak. Inflasi global menjadi tidak bisa dihindari di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi banyak negara.
Sederet negara kini hadapi krisis pangan dan energi dan mengakibatkan lonjakan inflasi.
Amerika Serikat (AS) adalah salah satu negara yang alami lonjakan inflasi dan menempuh pengetatan moneter secara agresif. Dalam sejarahnya ketika suku bunga AS naik cepat, maka ada krisis keuangan di belahan negara lain.
(cap/mij)