Analisis

Produksi Ayam RI Kian Melimpah, Bisa Bantu Krisis Singapura?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Jumat, 03/06/2022 18:15 WIB
Foto: REUTERS/HASNOOR HUSSAIN

Jakarta, CNBC Indonesia - Singapura saat ini tengah menghadapi krisis ayam potong setelah Malaysia memutuskan untuk menghentikan seluruh ekspor ayamnya ke negara kecil tersebut per 1 Juni lalu.

Hal ini menjadi pukulan berat bagi Singapura, mengingat Malaysia menyumbang total 34% kuota impor ayam potong untuk dalam negeri. Hilangnya sepertiga kuota ini membuat Negeri Singa kewalahan mengingat harga dapat melambung, dengan restoran juga ikut terkena dampak.

Badan Pangan Singapura (SFA) telah menenangkan warga dan mengatakan bahwa stok ayam beku masih akan cukup aman di pasaran. Namun, pihaknya juga saat ini melakukan langkah-langkah cadangan, termasuk mencari negara lain yang mampu menjadi pemasok ayam.


Atas kondisi tersebut, kementerian Pertanian (Kementan) melihat peluang besar melakukan ekspor daging ayam ke Singapura.

Usai Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI Kamis (2/6/2022), Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Nasrullah mengatakan kepada wartawan bahwa saat ini pemerintah Indonesia bersurat dengan pemerintah Singapura untuk mengisi kekosongan itu.

Namun dia belum mau membeberkan detail mengenai kapan realisasi ekspor ini bisa dilakukan, hingga potensi jumlah ayam yang akan bisa diisi dari Indonesia.

Produksi Ayam RI Naik Tajam Beberapa Tahun Terakhir

Berdasarkan data terbaru yang tersedia di lama resmi Kementan, dalam kurun waktu 10 tahun sejak 2010-2020 ketersediaan daging ayam ras segar bertambah 4 kali lipat. Peningkatan signifikan mulai terjadi mulai tahun 2017. Data terbaru dan masih sementara, per tahun 2020 ketersediaan daging untuk pemakaian dalam negeri mencapai 4,31 juta ton.

Dari ketersediaan tersebut, secara rutin per tahun 5% dari pasokan tercecer dengan sisanya dapat digunakan untuk baham makanan.

Secara rata-rata, sejak tahun 2011 angka ketersediaan per kapita melebihi konsumsi per kapita daging ayam ras per tahun. Selisih tersebut makin besar sejak tahun 2017, di mana produksi bertambah signifikan, namun konsumsi tercatat relatif stagnan.

Sebagai catatan, gap tersebut dapat diisi dengan produk olahan lain yang bukan merupakan konsumsi langsung daging segar, termasuk sosis, bakso, abon dan lainnya.

Meski demikian, konsumsi utama tetap dalam bentuk daging segar. Bahkan jika penggunaan lain mencapai dua pertiga dari konsumsi per kapita, RI masih tetap kelebihan setengah juta ton daging tahun 2020. Angka tersebut bisa lebih besar lagi jika daging ayam tercecer dapat dipulihkan, atau setidaknya dikurangi.

Melakukan ekspor ke Singapura, berarti ruang untuk pertumbuhan konsumsi domestik semakin terbatas. Saat ini konsumsi daging ayam nasional masih jauh dari konsumsi per kapita global. Data OECD mencatat bahwa konsumsi daging ayam Indonesia per kapita tahun 2021 hanya 8,1 kg, sementara secara global angka tersebut mencapai 14,9 kg.

Potensi Kenaikan Harga Domestik

Meskipun RI sanggup untuk mengekspor daging ayam ke Singapura, tetap akan ada implikasi negatif bagi pasar unggas dalam negeri. Salah satunya dan yang paling utama tentu potensi kenaikan harga.

Sebelum produksi meningkat pesat tahun 2017, data BPS mencatat harga eceran daging ayam meningkat tajam dari tahun ke tahun. Merujuk ke data BPS, sejak 2011 hingga 2016 harga daging ayam meningkat hingga 35%, jauh lebih tinggi dari kenaikan inflasi.

Kenaikan harga daging ayam mulai mendingin, setidaknya sejak 2018, data terlama yang tersedia di laman resmiPusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS). Harga ayam sejak itu semakin stabil dengan fluktuasi yang tidak terlalu tinggi.

Data PIHPS terbaru mencatat bahwa secara nasional harga daging ayam ras di pasaran saat ini berada di angka Rp 37.200. Sebagai catatan, harga daging ayam di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

Di Malaysia yang katanya sedang mengalami kelangkaan daging ayam, hingga harus menghentikan ekspor ke Singapura, saat ini melansir The Stait Times dipatok di harga 8,9 ringgit atau setara dengan Rp 29.370 (asumsi kurs Rp 3.300/ringgit). Angka tersebut bahkan masih 21% lebih rendah dari harga eceran di Indonesia.

Sementara itu di Thailand yang merupakan eksportir utama ayam dunia harganya jauh lebih murah lagi. Mengutip The Washington Post harga daging ayam ritel di Thailand berada di angka US$ 1,82 atau setara dengan Rp 26.390 (asumsi kurs Rp 14.500/US$). Sedangkan di Brazil harga ayam per kilogram dipatok US$ 2,12 (Rp 30.740).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(fsd/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Ayam di Peternak Ditetapkan Paling Murah Rp18.000/ Kg