Sektor Riil RI Aman di Kala Perang Ukraina? Ini Gambarannya!
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dan Amerika Serikat (AS) kompak mencatatkan aktivitas manufaktur yang ekspansif pada bulan Mei. Pencapaian keduanya terjadi saat konflik di Eropa Timur masih berlangsung meski masih ada gangguan pasokan yang membuat lajunya melambat.
Pada Kamis (2/6/2022), S&P Global mencatat aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia pada Mei 2022 ada di 50,8. Melambat dari bulan lalu yang tercatat 51,9.
"Produksi manufaktur turun untuk kali pertama dalam sembilan bulan pada Mei, meski pada laju fraksional. Anggota panel sering menyebutkan bahwa penurunan disebabkan oleh gangguan pasokan. Sementara itu, menurut panelis, permintaan baru secara keseluruhan mengalami ekspansi tingkat sedang, dengan kondisi permintaan yang relatif kuat dan pemenangan klien baru mendorong kenaikan terkini," sebut keterangan tertulis S&P Global.
Sementara di AS PMI Manufaktur yang dirilis S&P Global tercatat 57 pada bulan Mei, melambat dibandingkan bulan April sebesar 59,2.
Pertumbuhan output di produsen secara keseluruhan kuat karena permintaan klien yang lebih besar mendukung peningkatan produksi. Akan tetapi rantai pasokan input yang tertunda masih jadi beban laju manufaktur Indonesia.
Perlu diketahui, skor di atas 50 menandakan masih terjadi ekspansi. PMI manufaktur Indonesia sudah sembilan bulan beruntun berada di atas 50.
Ada hal yang menarik dari aktivitas manufaktur Indonesia dan AS, yaitu tetap ekspansif saat eskalasi geopolitik masih panas antara Rusia dan Ukraiana yang menyebabkan kenaikan harga-harga komoditas. Masalahnya akibatnya inflasi juga makin panas.
Tapi di sisi lain, pembukaan mobilitas paska terkendalinya virus corona (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) nampaknya mamu mengkompensasi tekanan dampak perang sampai saat ini. Nyatanya penopang aktivitas manufaktur kedua negara tersebut adalah pembelian baru.
Jika melihat penjualan ritel untuk mengukur permintaan baru, kedua negara mengalami akselerasi. Pertumbuhan ritel Indonesia pada bulan Maret 2022 tercatat 9,3%, masih berada di level tertinggi sejak awal 2019. Kemudian diprediksi akan meningkat pada bulan April.
Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) April 2022 yang tercatat sebesar 219,3, atau secara bulanan tumbuh 6,8% dibanding bulan lalu (month-to-month/mtm). Begitu juga Amerika Serikat di mana penjualan ritel pada ulan April bertumbuh 8,2% year-om-year (yoy), lebih cepat dari bulan Maret 7,3% yoy.
Soal penjualan ritel Uni Eropa (UE) juga juga mengalami peningkatan meskipun ada eskalasi geopolitik di Eropa. Bahkan volume perdagangan ritel di UE mencapai puncaknya sejak awal tahun 2008.
Hal ini menujukan geliat sektor ritel yang sejauh ini masih mampu bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi global. Hal ini juga sebenarnya mendorong inflasi di Eropa. Meskipun memang sektor energi yang jadi penyebab utama. Namun dibalik itu geliat sektor ritel juga jadi pendorong inflasi.
Adapun inflasi dari makanan dan minuman di Eropa bertumbuh 7,5% yoy pada bulan Mei, lebih cepat dibandingkan dengan bulan April sebesar 6,3% yoy. Sementara sektor non energy industrial goods melaju 4,2% yoy, juga lebih cepat dibanding bulan Maret sebesar 3,8% yoy.
TIM RISET INDONESIA
(ras)