Internasional

Ribuan Warga Eksodus dari Hong Kong, Ada Apa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
28 May 2022 11:15
Passengers queue as the airport reopened a day after flights were halted due to a protest, at Hong Kong International Airport, China August 13, 2019. REUTERS/Issei Kato
Foto: Penumpang mengantri di konter check-in ketika bandara dibuka kembali sehari setelah penerbangan dihentikan karena protes, di Bandara Internasional Hong Kong, Cina 13 Agustus 2019. REUTERS / Issei Kato

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak ribuan warga dan ekspatriat beramai-ramai meninggalkan Hong Kong. Hal ini dilakukan bukan karena perang, melainkan karena kebijakan Covid-19 di wilayah spesial milik China itu yang tidak mendukung iklim aktivitas masyarakat.

Dalam laporan CNBC International, Hong Kong kehilangan sekitar 93.000 penduduk pada tahun 2020, diikuti oleh 23.000 lainnya pada tahun 2021. Untuk tahun ini, kemungkinan besar angkanya bisa bertambah.

"Dalam beberapa tahun terakhir orang-orang berpikir untuk pergi, tetapi dalam enam bulan terakhir terjadi eksodus besar-besaran," kata seorang warga Hong Kong, Pei C, dikutip Sabtu, (28/5/2022).

Salah satu poin penting kebijakan Covid-19 yang kebanyakan tidak diterima oleh para warga adalah kebijakan yang memisahkan anak-anak positif Covid dari orang tua mereka awal tahun ini.

Pei menambahkan bahwa 60%-70% dari teman-temannya telah pergi dalam enam hingga 12 bulan terakhir. Angka ini termasuk individu yang memiliki bisnis dan keluarga di Hong Kong serta mereka yang pernah sangat berkomitmen untuk tinggal.

"Banyak orang tua, dapat dimengerti, ketakutan, jadi mereka memesan sendiri penerbangan pertama," katanya.

Dalam exodus ini, kebanyakan warga kota itu pergi menuju Singapura. CEO dari perusahaan relokasi Silk Relo, Kay Kutt, mengatakan orang-orang tertarik pada kemudahan bisnis, keramahan keluarga, insentif pajak, dan perbatasan terbuka Singapura.

Bahkan, ia pun menyebut bahwa jumlah konsumennya yang meminta untuk pindah ke Singapura mencapai rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Ia mengaku perusahaannya pun sampai pada kapasitas maksimum pelayanan.

"Kami tidak bisa mengikuti kapasitas. Kami tidak memiliki cukup orang untuk melayani apa yang terjadi di pasar," katanya.

Selain Singapura, beberapa warga Hong Kong juga ikut pindah ke negara-negara asal ekspatriat yang sebelumnya ada di kota mereka. Negara-negara tujuannya seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Australia, serta negara-negara Eropa lainnya.

Tak hanya ke Singapura dan Negara Barat, Kutt mengatakan juga banyak kepindahan perusahaan dan warga ke wilayah Jepang, Korea Selatan (Korsel), Thailand, dan Dubai.

"Kami melihat perusahaan memilih Tokyo," katanya dengan menunjukan bahwa sebelumnya Tokyo hanya menjadi tempat bagi perusahaan yang ingin mengakses pasar Jepang.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Covid Melonjak, Hong Kong Batasi Layanan Transportasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular