India Pangkas Ekspor Gula, Indonesia Perlu Panik Nggak?
Jakarta, CNBC Indonesia - India kembali melakukan pembatasan ekspor komoditas. Kali ini, gula.
Pertama kali dalam 6 tahun, India akan memangkas pasokan gula ke pasar global hingga jadi 10 juta ton. Mengutip Reuters, langkah India tersebut dilakukan untuk mengatasi lonjakan harga di dalam negeri.
Disebutkan, India adalah produsen gula dunia terbesar setelah Brasil.
Namun, Ketua Umum Ikatan Ahli Gula (Ikagi) Aris Toharisman mengatakan, Indonesia tidak perlu panik dengan langkah India tersebut. Pasalnya, ujar dia, India bukan pemasok utama kebutuhan gula Indonesia. Masih ada Thailand yang mendominasi, juga ada sumber alternatif dari Australia.
"Produksi gula India itu 23-25 jutaan ton per tahun, dengan konsumsi lokal 20-an juta ton. Thailand, produksinya 10-12 juta ton per tahun, konsumsinya sekitar 4 jutaan ton. Meski India melakukan pembatasan, kelebihan produksi Thailand masih bisa memenuhi kebutuhan kita," kata Aris kepada CNBC Indonesia, Rabu (25/5/2022).
Hanya saja, lanjut dia, perlu diwaspadai kenaikan harga gula di pasar internasional. Dan, akan menimbulkan efek domino pada kenaikan harga gula di pasar domestik.
"Harga global akan naik, tapi nggak akan lampaui rekor tahun lalu. Kemungkinan naik ke kisaran 19,20-an sen dolar AS per pon. Di dalam negeri, harga gula bisa naik ke Rp14.000 per kg," ujarnya.
Pembatasan ekspor, lanjut dia, kemungkinan dilakukan India karena adanya potensi penurunan produksi gula. Menyusul, lonjakan harga minyak mentah dunia akibat perang Rusia-Ukraina.
"Industri berbondong-bondong switch bahan bakar ke bioetanol. Jadinya, konversi nira tebu ke etanol semakin banyak, sehingga produksi gula di India bisa turun tahun ini. Kondisi sama terjadi di Brasil," jelas Aris.
Tapi, imbuh dia, hal ini tidak akan terjadi di Thailand. Karena, Thailand sama dengan Indonesia, meski blending bioetanol (biodiesel)-nya bisa dinaikkan, tapi nggak bisa langsung mendongkrak konsumsi di dalam negeri.
"Karena, mesin di Indonesia dan Thailand itu belum diubah sepenuhnya untuk bisa bioetanol (biodiesel) lebih banyak. Nah, di India dan Brasil, sudah. Jadi mereka bisa gampang switch konsumsi bahan bakarnya," kata Aris.
Hal itulah, ujarnya, yang harus dipertimbangkan untuk mewaspadai tren kenaikan harga gula.
"Soal pasokan, dari Thailand kita cukup untuk menambah pasokan kebutuhan dalam negeri. Jaraknya juga dekat. Tapi, nggak cuma Indonesia yang butuh gula. Negara lain juga. Sehingga antisipasi terjadi lonjakan harga," kata Aris.
Secara umum, menurut Aris, kondisi iklim tahun ini tidak terlalu buruk mengganggu panen tebu di negara-negara produsen utama dunia. Yaitu, Brasil, India, Thailand, Australia, dam Amerika Serikat.
"Ada kemungkinan turunn sedikit karena iklim, tapi secara umum bagus," kata Aris.
(dce/dce)