
Produksi Berlimpah, Gas Bumi Bisa Topang Transisi Energi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menekankan bahwa peran gas bumi dalam masa transisi energi sangat penting. Untuk itu pemerintah gencar memperluas investasi proyek gas bumi dengan mengintegrasikan pasar-pasar di wilayah Asia, Amerika dan Eropa.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji menyatakan, melalui penggunaan gas bumi, transisi energi harus dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan, dan keberlanjutan untuk memastikan transisi berjalan lancar serta ketahanan energi tetap terjaga.
Netralitas karbon sesuai tuntutan global juga diharapkan dapat tercapai dengan peningkatan peranan gas bumi. "Investasi proyek gas bumi perlu ditingkatkan secara global dengan cara mendorong penggunaan gas bumi yang lebih besar lagi," ungkap Tutuka, Senin (23/5/2022).
Seperti diketahui, dalam Rencana Umum Energi Nasional sebagaimana diatur dalam Perpres No 22/2017 memproyeksikan porsi energi fosil dalam bauran energi Indonesia pada 2050 mendatang sekitar 68,80%. Saat ini, porsi energi fosil dalam bauran energi masih sekitar 89 persen, yang terdistribusi atas: batubara 38%, minyak bumi 32% dan gas bumi 19%.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha mengatakan bahwa peranan gas bumi dianggap memiliki peran yang terpenting karena jenis sumber energi ini memiliki intensitas karbon yang lebih rendah daripada minyak dan batubara sehingga cenderung lebih bersih.
Namun, kata Satya, sebagai satu negara penghasil migas di dunia Indonesia hendaknya tidak gegabah dalam menyusun strategi transisi energi. Pasalnya, kebutuhan energi nasional saat ini masih sangat tinggi dan bahkan menurut perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pada 2045 PDB Indonesia akan mencapai US$ 29 ribu per kapita per tahun. Artinya, Indonesia akan masuk dalam kategori negara maju karena berada dalam lima besar PDB di dunia.
Oleh karena itu, strategi yang dapat dilakukan saat ini adalah tetap melakukan eksplorasi energi fosil yang ada namun dengan menggunakan teknologi CCUS dan CCS. Komitmen internasional yang ada tentang transisi energi seyogyanya tidak lantas meniadakan migas tetapi tetap berusaha mengurangi emisi karbon. Alhasil, kebutuhan energi nasional tetap dapat terpenuhi.
Satya menjelaskan bahwa hal yang perlu ditekankan dalam transisi energi adalah mencari keseimbangan yang tepat agar produksi migas bisa berjalan dan emisi karbon bisa dikurangi sesuai dengan target pemerintah. "Jika aktivitas produksi migas dapat dibarengi dengan penerapan teknologi yang mengurangi intensitas emisi Karbon dan masyarakat sebagai pengguna bahan bakar fosil memiliki kesadaran seperti menanam pohon atau berperilaku hemat energi maka keseimbangan yang diharapkan pun dapat tercapai," tandas Satya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PGN Jaga Layanan Gas Bumi Aman Selama Nataru