Sritex Gagal Bayar Utang, Industri Tekstil Semenderita Itu?
Jakarta CNBC Indonesia - Raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) kini harus menghadapi ancaman delisting karena penjualan sahamnya sudah kena suspensi hampir dua tahun.
Suspensi perdagangan saham Sritex bermula ketika perusahaan mengalami gagal bayar atas utang-utang jangka pendeknya. Masyarakat pun dibuat bertanya-tanya, bagaimana kondisi industri tekstil sekarang hingga salah satu raksasanya sampai gagal bayar utang?.
Industri tekstil dan pakaian jadi pernah menjadi industri primadona dan andalan ekspor Indonesia. Namun, Krisis Asia pada 1998 membuat cengkeraman industri tekstil mengendur. Pelemahan ekonomi, kurangnya investasi, serta laju impor membuat industri tersebut terpukul.
Merujuk pada Mendorong Kinerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil , industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus mengalami pasang surut sejak krisis 1998. Industri tersebut sempat mencetak pertumbuhan hingga 15,35% pada tahun 2019 setelah terkontraksi pada 2015 dan tumbuh rendah pada periode 2016.
Industri TPT kembali mengalami goncangan hebat setelah pandemi melanda dunia. Pada tahun 2020, industri TPT terkontraksi 8,88% sementara pada tahun 2021 melemah 4,08%.
Namun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai industri TPT masih berpotensi besar. Industri TPT masih menyumbang ekspor sebesar US$ 10,63 miliar pada tahun 2020. Angka tersebut hanya turun tipis dibandingkan tahun 2019 (US$ 12,89 miliar). Industri TPT juga masih menyerap 4 juta tenaga kerja.
Saat ini terdapat sekitar 22 perusahaan benang, 300 perusahaan pemintalan, dan 1.400 perusahaan penjahit yang menggerakkan industri TPT Indonesia. Industri tekstil dan pakaian jadi sendiri terbagi tiga yakni hulu (upstream), sektor industri antara (midstream), dan sektor industri hilir (downstream). Sektor industri hulu (upstream) merupakan sektor yang memproduksi serat dan benang.
Sektor industri antara (midstream) adalah industri yang memproduksi kain serta downstream yang memproduksi barang-barang jadi tekstil konsumsi masyarakat termasuk garmen yang mengolah kain jadi menjadi pakaian jadi baik kain rajut maupun kain tenun.
Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh mengatakan industri TPT memiliki prospek positif pada tahun ini. Pemulihan ekonomi serta pelonggaran mobilitas membuat permintaan akan produk tekstil meningkat.
Dampak Lebaran juga diyakini akan mendongkrak kinerja industri TPT. Pasalnya, tahun ini menjadi tahun pertama di mana pemerintah mengizinkan masyarakat untuk merayakan Lebaran dengan meriah serta memperbolehkan mudik. Pemulihan ekonomi dan dampak Lebaran membuat utilisasi pada industri tekstil melonjak.
"Lebaran sangat mempengaruhi industri TPT terutama untuk industri pakaian jadi. Permintaan meningkat cukup baik. Utilisasi untuk industri pakaian jadi pada bulan April mencapai 90%," ujar Elis, kepada CNBC Indonesia.
Tidak hanya berhenti di Hari Raya Idulfitri, permintaan pakaian jadi diyakini akan tetap tinggi pada bulan-bulan mendatang karena musim ajaran baru sekolah hingga perayaan Iduladha yang jatuh pada Juli 2022. Pemulihan ekonomi global juga diyakini akan mendongkrak ekspor industri TPT.
"Untuk kuartal II tahun ini masih ada harapan di sesi Iduladha dan juga tahun ajaran baru sekolah dimana kegiatan pendidikan dari TK, SD, dan perguruan yang akan berjalan normal. Beberapa negara sudah mulai normal dan harga kontainer dan freight sudah mulai berangsur turun" imbuhnya.
(mae/mae)