Inflasi Melonjak, Dunia Dikhawatirkan 'Terserang' Stagflasi

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
Jumat, 20/05/2022 14:50 WIB
Foto: Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/3/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia kini dihadapkan dengan persoalan baru setelah pandemi covid-19 mereda. Seluruh negara termasuk Indonesia harus bersiap dengan beragam strategi mengatasi persoalan tersebut.

"Dinamika dan pemulihan ekonomi dunia sangat cepat berubah dibandingkan akhir tahun lalu dan harus diakui jauh dari ekspektasi sebelumnya. Ketidakpastian di dalam perekonomian dunia masih sangat tinggi, walaupun pandemi Covid-19 sudah relatif terkendali dengan baik," ungkap Anton Hendranata, Chief Economist BRI / Direktur Utama BRI Research Institute kepada CNBC Indonesia, Jumat (20/5/2022)


Anton menjelaskan, pandemi yang terjadi selama dua tahun lebih ini membuat rantai pasok terganggu. Beberapa negara kewalahan, karena pasokan barang, khususnya kebutuhan pangan dan energi sangat terbatas.

"Hal ini yang menyebabkan harga komoditas energi dan pangan melonjak tinggi, yang menyebabkan inflasi melonjak signifikan di hampir semua negara, tidak terkecuali di negara maju, seperti AS," jelasnya.

'Tsunami' inflasi pun menyapu berbagai negara di Amerika Serikat, Eropa, dan negara-negara lainnya. Bank for International Settlements memperkirakan setidaknya 60% negara memiliki tingkat inflasi tahunan di atas 5%. Sementara di negara berkembang, lebih dari setengahnya memiliki tingkat inflasi di atas 7%.

Menurut Anton, inflasi yang terjadi saat ini tidak bersifat sementara. Persoalan semakin rumit pasca perang Rusia dan Ukraina meletus. Kedua negara berperan penting untuk beberapa komoditas penting di dunia.

"Alhasil tren inflasi terus beranjak naik dan dikhawatirkan perekonomian dunia mengalami stagflasi," paparnya.

Stagflasi adalah kondisi suatu negara yang inflasinya melonjak tinggi namun pertumbuhan ekonominya lambat. Cara yang paling banyak ditempuh negara lain adalah menaikkan suku bunga acuan. Salah satunya Amerika Serikat (AS).

Dua kali kenaikan sejak Maret. 2022, kebijakan Bank Sentral AS diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun.

"Ini artinya sampai akhir tahun kemungkinan akan naik lagi sebesar 100bps, dengan phase yang lebih cepat. Reaksi Bank Sentral AS saat ini, saya kira sangat wajar karena inflasi AS sudah berada di atas 8%, tercatat 8,5%yoy pada Mar-22, sedikit menurun ke 8,3%yoy pada April," pungkasnya.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AMRO Ungkap Risiko Pembengkakan Rasio Utang RI Terhadap PDB