Jakarta, CNBC Indonesia - China merilis data yang menunjukkan perlambatanĀ ekonomi. Hal ini patut untuk dicermati, sebab Indonesia bisa terkena getahnya.
Pertama, produksi industri China pada bulan April secara tak terduga turun 2,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Pencapaian ini meleset dari konsensus yaitu turun 0,4% dan jatuh dari tumbuh 5% pada bulan Maret.
Penurunan ini jadi yang terburuk sejak Maret 2020. Karena meluasnya pembatasan wilayah (lockdown) untuk menekan penyebaran virus corona (Coronavirus Diesase 2019/Covid-19).
Sumber: Trading Economics
Produksi industri yang lesu juga sudah tercermin dari indeks manufaktur PMI China pada bulan April yang terkontraksi. PMI Manufaktur China berada di posisi 47,4. Ini turun dari bulan sebelumnya yaitu 49,5.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.
Sumber: Trading Economics
Selain itu, data penjualan ritel juga menunjukkan perlambatan. Perdagangan ritel China jatuh ke zona negatif, tepatnya minus 11,1% yoy pada April 2022. Pencapaian ini lebih buruk dari ekspektasi pasar yaitu turun 6,1% setelah turun 3,5% pada bulan Maret.
Penurunan ini jadi dua bulan beruntun dan paling tajam sejak Maret 2020. Penyebabnya adalah konsumsi yang memburuk di tengah meluasnya kasus Covid-19 dan pembatasan ketat di beberapa negara bagian utama, termasuk Shanghai dan Beijing.
Sumber: Trading Economics
Produksi dan konsumsi yang lesu lantas membebani ekspor dan impor China. Ekspor China pada bulan April tercatat tumbuh 3,9% yoy, turun dari bulan sebelumnya 14,7%.
Begitu juga dengan impor yang tidak bertumbuh sama sekali alias 0%. Saat ini tingkat pertumbuhan impor China berada di level terendah sejak tahun 2020.
Sumber: Trading Economics
Kondisi China yang lesu menjadi lampu kuning bagi Indonesia terkait perdagangan Indonesia. Itu karena China adalah mitra dagang utama Indonesia baik ekspor yang berkontribusi 21,21% dari total maupun impor berkontribusi terhadap 27,65% dari total.
Ekonom Bank BCA David Sumual menyatakan, imbas memburuknya kondisi China akan terlihat pada harga barang di Indonesia. Apalagi Indonesia masih bergantung pada impor barang jadi atau konsumsi dan setengah jadi dari China. Bahkan bahan pangan Indonesia berasal dari China seperti cabe, garam, dan bawang.
Ekspor pun juga akan tertekan karena industri di China yang lesu. Diperkirakan akan ada degradasi volume ekspor Indonesia. Terlebih lagi China menguasai komoditas ekspor strategis Indonesia seperti batu bara dan sawit.
Hal nii sudah terlihat dari nilai impor dari China serta ekspor ke China yang mulai loyo. Pada bulan April, ekspor ke China hanya tumbuh 0,21% dari bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) menjadi US$ 5,5 miliar. Pencapaian ini melambat dari pertumbuhan ekspor bulan Maret yang melesat 47,17% mtm.
Sedangkan impor barang dari China turun 3,78% mtm menjadi US$ 5,1 miliar. Pertumbuhannya turun dari bulan sebelumnya sebesar 14,58% mtm.
Sumber: Trading Economics
TIM RISET CNBC INDONESIA