
Ada Ramalan Ngeri Ekonomi China, Sebut Menyakitkan & Benar-Benar Buruk

Jakarta, CNBC Indonesia - Ramalan baru muncul terkait ekonomi China. Deflasi yang terjadi mungkin akan segera berdampak pada pertumbuhan.
Beijing disebut akan menghadapi "perekonomian yang sangat menyakitkan" dalam tiga hingga enam bulan ke depan. Kondisinya disebut benar-benar buruk.
"Ini adalah sesuatu yang perlu diwaspadai investor," kata pendiri China Market Research Group, Shaun Rein, seperti dikutip CNBC International, Selasa (23/1/2024).
"Perekonomian di sini buruk, lumayan... sangat buruk," tegasnya.
Menurutnya sebagai seseorang yang sudah 27 tahun tinggal di China, tingkat kepercayaan saat ini merupakan yang terendah yang pernah terhadi. Konsumen benar-benar menunggu diskon.
"Jadi deflasi mulai berdampak buruk. Konsumen menunggu diskon. Mereka sangat gugup," tegasnya.
Deflasi, penurunan harga barang dan jasa, umumnya memang dikaitkan dengan perlambatan ekonomi. Hal ini pada akhirnya menimbulkan pertanyaan mengenai prospek pertumbuhan China, yang pemulihan pasca-Covid-19 tidak mencapai ekspektasi pada tahun 2023.
"Deflasi adalah masalah yang serius, saya tahu pemerintah China tidak ingin saya mengatakannya, tapi ini adalah masalah yang perlu kita khawatirkan," ujar Rein lagi.
"Jadi saya agak terkejut mereka mempertahankan suku bunga utama tidak berubah. Anda tahu, akan lebih baik jika mereka menurunkan suku bunga untuk mencoba memberikan stimulus ke negara ini," tambahnya lagi mengkritik kebijakan bank sentral.
Sebelumnya, pada Senin, Bank Rakyat China (PBOC) memang mempertahankan suku bunga utama pinjaman satu tahun dan lima tahun masing-masing sebesar 3,45% dan 4,2%. Ini sesuai dengan perkiraan banyak analis.
Perlu diketahui, keduanya merupakan patokan bagi sebagian besar pinjaman rumah tangga dan korporasi di China. Itu pun merupakan salah satu dari banyak faktor yang biasanya digunakan oleh PBOC dalam upaya untuk menstimulasi perekonomian.
Keputusan ini diambil di tengah ekspektasi di antara bank-bank investasi bahwa perekonomian China akan tumbuh lebih lambat pada tahun 2024. Seperti yang disampaikan Perdana Menteri Li Qiang pada Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Beijing telah menetapkan target pertumbuhan resmi sebesar 5% tahun ini.
Pekan lalu ekonomi China membengkak sedikit lebih tinggi sebesar 5,2% pada tahun 2023. Pada saat itu, Li menyoroti bahwa China tidak mencapai pembangunan ekonominya melalui "stimulus besar-besaran" dan "tidak mencari pertumbuhan jangka pendek sambil mengumpulkan risiko jangka panjang."
"Sebaliknya, kami fokus pada penguatan faktor internal," kata Li.
Meskipun demikian, Dana Moneter Internasional (IMF) pada November menguraikan perkiraan pertumbuhan China akan melambat pada tahun 2024 menjadi hanya 4,6%. Dalam laporan terbarunya pada tanggal 15 Januari, Moody's menilai pertumbuhan PDB riil Beijing akan mencapai 4% pada tahun ini dan pada 2025, dari rata-rata 6% antara tahun 2014 dan 2023.
Namun Rein mengatakan bahwa Beijing mungkin akan menghadapi "masa sulit" selama perekonomian mempertahankan pertumbuhan 5%. karena pemerintah fokus pada transformasi sosial.
"Partai Komunis China tidak serta merta menginginkan restrukturisasi perekonomian, mereka menginginkan reformasi masyarakat, jadi ini adalah gambaran yang jauh lebih besar... Itulah sebabnya menurut saya pemerintah tidak akan menginginkan stimulus besar-besaran, jadi new normalnya pertumbuhannya 4-5% dalam 3-5 tahun ke depan," ujarnya.
"Saya pikir Anda akan menghadapi perekonomian yang sangat menyakitkan selama minimal 3-6 bulan lagi, seiring dengan restrukturisasi China, atau saat China mengubah perekonomiannya menuju masyarakat yang pertumbuhannya lebih lambat dan lebih adil," jelasnya lagi.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kamehameha! Ini Jurus Baru Xi Jinping Genjot Ekonomi China