
Tertinggi dalam 40 Tahun, Inflasi Inggris Meroket 9%

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Inggris melonjak sebesar 9% pada April 2022, mencatat level tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Hal itu dipicu naiknya harga makanan dan energi sehingga meningkatkan krisis biaya hidup negara itu.
Harga konsumen naik 2,5% month-on-month (mtm) pada Rabu (18/5/2022). Jumlah ini sedikit di bawah ekspektasi untuk kenaikan 2,6% dalam jajak pendapat ekonom Reuters, yang juga memproyeksikan kenaikan tahunan 9,1%.
Adapun, kenaikan 9% dalam indeks harga konsumen merupakan yang tertinggi sejak pencatatan dimulai pada tahun 1989, melampaui kenaikan tahunan 8,4% yang terjadi pada Maret 1992 dan jauh di atas 7% yang tercatat pada Maret 2022.
Kantor Statistik Nasional Inggris juga mengatakan perkiraannya menunjukkan bahwa inflasi akan bertahan lebih tinggi dari "sekitar tahun 1982."
Mulai 1 April, regulator energi Inggris meningkatkan batas harga energi rumah tangga sebesar 54% menyusul lonjakan harga energi grosir, termasuk rekor kenaikan harga gas global. Regulator, Ofgem, tidak mengesampingkan kenaikan lebih lanjut hingga batas pada tinjauan berkala tahun ini.
Cetakan inflasi raksasa Rabu memberikan "pukulan palu" lain kepada rumah tangga yang sudah khawatir tentang biaya hidup, dan ada peringatan bahwa yang terburuk belum datang.
"Tidak seperti di AS, inflasi Inggris terus meningkat untuk saat ini, memicu kekhawatiran lebih lanjut seputar biaya hidup," kata Richard Carter, kepala penelitian bunga tetap di Quilter Cheviot, dalam sebuah catatan penelitian, dikutip dari CNBC International.
"Ini juga akan menambah tekanan pada Bank of England untuk menaikkan suku bunga dan mengatasi kenaikan harga bahkan jika, seperti yang mereka akui sendiri, banyak faktor yang mendorong inflasi berada di luar kendali mereka," tambahnya.
Carter menyarankan bahwa tekanan lebih lanjut kemungkinan akan meningkat pada pemerintah Inggris untuk menarik tuas fiskal dan melihat untuk mengurangi beban pada rumah tangga datang di musim gugur.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Sentral Inggris: Warga Kami Sekarang Lebih Miskin