PNS Bisa Kerja di Mana Saja, Kira-kira Kayak Gimana Jadinya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah menggagas skema kerja baru untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) yakni kerja dari mana saja (Work From Anywhere/WFH). Namun, WFA juga memiliki tantangan berat termasuk mengalihkan pegawai dari kebiasaan bermain media sosial (medsos).
Bekerja dari jauh atau dari mana saja sebenarnya bukanlah cara yang benar-benar baru. Jauh sebelum kata WFH populer, orang sudah mengenal telework untuk bekerja bukan dari kantor.
Oswar Mungkasa1 dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Republik Indonesia dalam jurnalnya Bekerja dari Rumah (Working From Home/WFH): Menuju Tatanan Baru Era Pandemi COVID 19 mengatakan istilah bekerja jarak jauh pertama kali muncul dalam buku The Human Use of Human Beings Cybernetics and Society oleh Norbert Wiener pada tahun 1950 yang menggunakan istilah telework.
Pemerintah Federal Amerika Serikat bahkan sudah membuka pilihan bekerja jarak jauh secara resmi pada awal tahun 1990-an.
OWL Labs bekerja sama dengan Global Workplace Analytics melakukan survei kepada 2.050 pekerja penuh waktu Amerika Serikat (AS) mengenai dampak dan pengalaman mereka selama WFH di masa pandemi Covid-19.
Sebanyak 57% pekerja yang disurvei memilih untuk bekerja dari rumah dibandingkan kantor. Hanya 36% responden yang mengatakan bahwa kantor adalah tempat terbaik untuk bekerja.
Sebanyak 70% yang disurvei juga memilih rapat kerja secara virtual. Tingkat stres saat rapat virtual lebih kecil jika dibandingkan dengan rapat tatap muka. Sebanyak 64% yang disurvei juga menginginkan kerja secara hybrid jika harus ada kewajiban ke kantor.
Sebanyak 83% responden mengaku WFH membuat mereka sama produktifnya dibandingkan bekerja di kantor. Tiga dari empat orang responden atau 74% mengaku lebih sehat secara mental setelah bekerja secara remote. Yang mengejutkan, 38% responden bersedia jika pendapatannya dipotong 5% asal diizinkan kerja secara remote. Satu dari empat responden juga menjawab bahwa mereka akan berhenti kerja jika kantor mereka tidak mengizinkan kembali WFH.
Dari ribuan pemberi kerja yang disurvei, hanya 39% dari pemberi kerja yang menuntut kerja office penuh.
Kajian dari lembaga lain menunjukkan bahwa tingkat produktivitas bekerja dari rumah lebih tinggi dibandingkan di kantor. Pekerja juga akan bekerja lebih konsisten dan menghabiskan waktu lebih banyak untuk bekerja. Pekerja WFH juga menyelesaikan pekerjaannya relatif lebih cepat.
Pekerja yang disurvei mengatakan tidak adanya waktu tempuh ke kantor, sedikitnya interaksi sosial, dan tidak adanya gangguan seperti mengobrol di kantor membuat bekerja di rumah lebih efektif. Studi juga menunjukkan bahwa WFH meningkatkan tingkat kepuasan kerja.
Survei Airtasker mengatakan rata-rata pekerja menghemat waktu hingga 8,5 jam sehari karena WFH. Dengan waktu yang lebih banyak mereka bisa menambah waktu olahraga mereka menjadi 30 menit per minggu.
Studi yang dilakukan Standford kepada 16.000 pekerja selama sembilan bulan selama awal pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa WFH bisa meningkatkan produktivitas 13%. Produktivitas lebih tinggi karena lingkungan yang lebih tenang dan kondusif. Mereka juga memiliki jam istirahat lebih sedikit dan lebih jarang sakit sehingga lebih sering masuk kerja.
Survei yang dilakukan Airtasker menunjukkan bahwa bekerja dari rumah menghindarkan seseorang dari menunda-nunda pekerjaan. Jumlah hari untuk bekerja juga meningkat 1,4 hari per bulan karena mereka berhenti kerja lebih sedikit dibandingkan saat di kantor.
![]() Gangguan terbesar saat WFH |
Perusahaan riset Valoir membuat studi mengenai efektivitas bekerja secara remote. Survei tersebut dilakukan kepada pekerja di Amerika Serikat, Eropa dan Asia Pasifik. Survei menunjukkan gangguan utama WFH bukanlah anak-anak atau anggota keluarga.
Gangguan utama WFH adalah media sosial. Sebanyak sepertiga responden mengaku menghabiskan waktu dua jam sehari untuk bermain atau membaca informasi dari media sosial. Namun, mereka kemudian mengkompensasinya dengan memperpanjang jam kerja.
Studi Valoir menunjukkan gangguan dari anak kecil hanya mengurangi produktivitas sekitar 2%.