PNS Bisa Kerja di Mana Saja, Kira-kira Kayak Gimana Jadinya?

Namun, produktivitas bekerja dari rumah diyakini tidak akan sekencang periode awal atau tetap kencang selamanya. Laporan dari The New York Times menyebutkan bahwa banyak perusahaan yang melaporkan karyawannya mulai mengeluhkan kurangnya interaksi sosial dalam bekerja. Kesehatan mental juga mulai mengganggu produktivitas.
Perusahaan seperti Splunk, Affirm, dan Microsoft mengatakan ada lonjakan produktivitas yang luar biasa di awal-awal masa karantina. Namun, seiring berjalannya waktu, pekerja mulai kesepian karena bekerja di rumah sehingga mengganggu produktivitas dan kepuasan bekerja.
Tidak semua negara juga menyambut baik bekerja dengan skema WFH. Jepang merupakan salah satu negara yang "menolak" skema tersebut. Fortune melaporkan jumlah pekerja WFH di Jepang hanya naik menjadi 20% selama pandemi Covid-19, 10% lebih tinggi dibandingkan kondisi normal. Bandingkan di AS di mana jumlah warga yang bekerja WFH naik menjadi 44% dari sebelumnya hanya 17%
"Banyak orang tua Jepang yang tidak paham bagaimana menggunakan Zoom ataupun aplikasi lain. Karena mereka tidak bisa melakukan pekerjaan itu, mereka khawatir pemberi kerja atau pekerja lebih muda mengetahui kekurangan tersebut," tutur seorang komuter di Tokyo, seperti dikutip dari Fortune.
Budaya kerja di Jepang juga menyulitkan skema WFH. Jepang terbiasa dengan proses kerja berdasarkan aturan yang sangat ketat, menuntut adanya interaksi, training kerja yang terus menerus, dan komunikasi bersama.
"Di Jepang, sedikit perusahaan yang memberikan pekerja dengan job role yang rigid. Pekerja dirotasi tugasnya dan departemenya sehingga training dari pekerja yang lebih berpengalaman sangat penting," tutur Parissa Haghirian, professor manajemen internasional dari Sophia University.
Ukuran rumah yang kecil di Jepang juga menyulitkan warganya WFH karena konsentrasi bisa terganggu. Mayoritas perusahaan Jepang juga berskala UKM sehingga menyulitkan adaptasi bekerja dari kantor ke rumah.
OECD dalam laporan Working from home From invisibility to decent work menyebutkan survei yang dilakukan pemerintah Jepang di tahun 2016 menunjukan hanya 13,2% dari 2032 perusahaan yang menggunakan sistem teleworking. Perusahaan tersebut memiliki karyawan lebih dari 100 orang.
Di Jepang, bekerja teleworking juga identik dengan pekerjaan informal. Survei yang dilakukan terhadap 577 kepala dan direktur bagian keuangan di Jepang sebelum April 2020 lalu menunjukan 31% perusahaan tidak bisa beradaptasi dengan teleworking karena dokumen pekerjaan yang belum terdigitalisasi dan aturan internal kantor yang ketat.
[Gambas:Video CNBC]