Flip Flop! Pemerintahan Jokowi Kerap Gonta-ganti Kebijakan

Maesaroh, CNBC Indonesia
Jumat, 29/04/2022 14:31 WIB
Foto: Keterangan Presiden Jokowi Mengenai Larangan Ekspor Minyak Goreng/ Youtube: Setpres

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat pasar komoditas global goyang sepekan terakhir dengan melarang ekspor minyak sawit mentah (CPO). Bukan hanya diumumkan secara mendadak, larangan ekspor CPO membuat gonjang ganjing karena berubah-ubahnya kebijakan tersebut.

Pada Jumat (22/4/2022), Jokowi mengumumkan pemerintah akan melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng per 28 April. Pengumuman menjelang buka puasa ini tentu saja membuat dunia kaget.

Pasalnya, Indonesia merupakan eksportir dan produsen terbesar CPO di dunia. Apapun yang dilakukan Indonesia tentu saja berpengaruh besar terhadap pasokan global. Kebijakan juga dikeluarkan di tengah lonjakan harga komoditas pangan dan energi akibat perang Rusia-Ukraina.



Hingga Senin (25/4/2022), larangan ekspor CPO menimbulkan kesimpangsiuran dan kebingungan karena pemerintah tidak menjelaskan produk atau HS Mana yang dilarang ekspornya. Pada Selasa malam (26/4/2022) Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan larangan ekspor adalah untuk produk refined bleached deodorized palm olein (RBDP Olein) atau bahan baku minyak goreng. Namun, hanya dalam waktu 24 jam, pemerintah kemudian meralat ucapannya sendiri pada Rabu malam (27/4/2022).

Pemerintah tidak hanya melarang ekspor RBDP Olein tapi juga CPO, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil.

Gonjang ganjing akibat kebijakan yang berubah-ubah atau direvisi dengan cepat bukan kali ini saja terjadi. Sejak Presiden Jokowi memimpin Indonesia pada Oktober 2014, baik Presiden Jokowi maupun pejabat yang dipimpinnya kerap mengumumkan sejumlah kebijakan yang kemudian direvisi dengan sangat cepat. Biasanya revisi dilakukan setelah mendapat tekanan besar dari publik.

Beberapa kebijakan yang pernah dicabut atau direvisi dengan cepat antara lain:

1. Laporan data transaksi kartu kredit perbankan ke Ditjen Pajak
Pada Maret 2016, Kementerian mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian data informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Melalui PMK tersebut, pemerintah meminta perbankan untuk melaporkan transaksi kartu kredit nasabah kepada Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) sebagai upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Kebijakan tersebut dengan cepat direspon negatif oleh masyarakat. Ribuan nasabah menutup kartu kredit mereka karena khawatir transaksi mereka akan diintip oleh Ditjen Pajak. Bank Central Asia (BCA) melaporkan ada 2.000 nasabah yang menutup kartu kredit mereka.

Data transaksi tersebut sudah harus dilaporkan paling lambat Mei 2016. Hanya berselang tiga bulan, di awal Juli, pemerintah menarik peraturan tersebut dan menunda pelaksanaannya.

Kementerian Keuangan kemudian mengeluarkan PMK Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan. PMK tersebut menyebut perbankan dan lembaga penyelenggara kartu kredit harus melaporkan data transaksi paling lambat akhir April 2019.


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kejagung Sita Rp 11,8 T Dari Korupsi Fasilitas Ekspor CPO

Pages