Ternyata Larangan Ekspor CPO Bisa Cegah Penyelundupan Ini

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
Kamis, 28/04/2022 18:42 WIB
Foto: Ilustrasi Minyak Goreng (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Plt Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir, diduga terjadi penyelundupan ekspor jelantah. Dengan modus mencampur minyak sawit bagus dengan minyak kotor, sehingga tampak seperti minyak bekas atau jelantah.

Sehingga, si eksportir bisa mengekspor jelantah dengan menikmati pungutan ekspor rendah dibandingkan produk sawit lainnya. Belum lagi, dengan harga jual yang bahkan bisa menghasilkan keuntungan hingga Rp4.000 per kg.

Karena itu, Sahat mengatakan, dengan menghentikan ekspor jelantah bersamaan larangan sementara ekspor CPO, penyelundupan minyak goreng curah dengan modus jelantah bisa dicegah. 


Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 23/PMK.05/2022 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan No 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, pungutan ekspor yang dikenakan atas used cooking oil (minyak bekas/ jelantah) adalah tetap US$35 per ton meski harga CPO bergerak di bawah US$750 atau melonjak ke atas US$1.500 per ton.

Sahat mengungkapkan, indikasi penyelewengan berawal dari pernyataan asosiasi pengusaha minyak jelantah yang melaporkan adanya lonjakan jelantah. Hanya saja, imbuh dia, tidak ada data yang valid ditemukan.

"Hanya gambaran saja menjadi dua kali lipat (ekspor jelantah). Saya pertanyakan, saya nggak percaya ekspor jelantah bisa 2,5-2,8 juta ton per tahun. Pasti ada manipulasi. Karena nggak mungkin minyak goreng kita sebesar itu waste-nya," kata Sahat saat jumpa pers virtual, Kamis (28/4/2022).

"Ini yang harusnya ditangkapi. Minyak bagus dibilang minyak bekas. Dicampur minyak dari comberan. Saya kira pak Askolani (Dirjen Bea Cukai) sudah sangat aware soal ini," lanjut Sahat.

Sahat mengatakan, jika melihat perilaku konsumsi dalam negeri yang mencapai 5,8 juta ton termasuk industri makanan termasuk restoran cepat saji dan mi, ekspor jelantah sampai 2 juta ton lebih adalah berlebihan dan patut dicurigai.

"20% dari itu berapa? Itu (sekitar 1,16 juta ton). Kalau lebih dari itu ya sudah ngaranglah itu. Itu minyak bagus, karena bea keluar dan levy-nya kecil. Itu minyak dari comberan diambil. Bisa. Hitam sedikit dibilang jelantah," katanya.

Karena itu, ujar Sahat, pihaknya telah menyampaikan kepada Ditjen Bea dan Cukai agar dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan total polar meter.

"Nggak mahal itu. Cara lain paling gampang dipegang. Kalau minyak goreng curah masih bagus, masih sangat licin, Tapi kalau betul-betul jelantah, sangat kesat," kata Sahat.

Seperti diketahui, pemerintah resmi menutup sementara keran ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya mulai hari ini, Kamis (28/4/2022) pukul 00.00 WIB. Yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22/2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil.

Pelarangan berlaku atas 12 kode HS (pos tarif) yang termasuk pada 3 kode HS 4 berikut digit 15.11, 15.18, 23.06.

Yaitu CPO, RBD Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil. Termasuk bungkil dan residu padat lainnya selain pos 23.04 atau 23.05. Serta, residu endapan hasil ekstraksi minyak sawit yang pada suhu ruang berbentuk/berfase padat atau semi padat yang memiliki kandungan asam lemak bebas sebagai asam palmitat kurang dari atau 20%.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ini Dia Sumber Uang hingga Target Bisnis Koperasi Merah Putih