RI Tetap Undang Rusia di G20, Pengamat: Langkah Tepat
Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah Indonesia yang kini menjabat sebagai Presidensi G20, untuk mengundang Rusia dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) November 2022 di Bali, dianggap sebagai hal tepat.
Sebagai anggota Gerakan Non Blok (GNB), Indonesia diharapkan menerapkan politik bebas aktif dalam urusan internasional, termasuk menyikapi perang Rusia dan Ukraina, serta ketegangannya dengan negara-negara Barat.
Hal ini dikatakan pengamat hubungan internasional, Mohammad Riza Widyarsa, dalam pernyataan pers Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), yang diterima CNBC Indonesia, Selasa (26/4/2022).
Riza menilai jika langkah yang dilakukan Indonesia menunjukkan netralitas sekaligus ketegasan sebagai ketua di Presidensi G20 2022.
"Kita tegas bahwa tidak ada yang bisa mengatur," katanya.
"Maka ketika ada aksi walk-out dari delegasi Kanada, Amerika Serikat (AS) dan Inggris, Sri Mulyani (Menteri Keuangan) menegaskan tidak masalah, terpenting diskusi mengenai forum tercapai. Itu menunjukkan sikap independensi politik luar negeri Indonesia tetap tidak masalah jika Rusia datang."
Menurutnya, meski G20 didominasi negara-negara barat, kelompok itu juga sebenarnya sama dengan GNB yang merupakan organisasi bersifat politis meskipun forum ekonomi.
"Di dalam G20 terdapat Rusia, AS dan China dan negara-negara Uni Eropa yang diharapkan mewujudkan kerjasama ekonomi. Sehingga hubungan mereka akan semakin erat dan akan meminimalisir konflik," ujarnya.
Ia mengatakan sebenarnya sikap politik luar negeri Indonesia mendapat sambutan baik dari China, Prancis, Turki dan India.
"Seperti India, mereka memiliki hubungan dagang yang erat dengan Rusia. Jadi apa yang dilakukan Indonesia akan sangat didukung oleh India," tambahnya.
"Yang menarik sikap Prancis, karena termasuk anggota NATO dan Uni Eropa, tetapi satu sisi Prancis masih berusaha membina hubungan baik dengan Rusia karena banyak mengimpor gas dari Rusia. Apalagi Rusia sudah mengancam akan menghentikan ekspor gas ke negara-negara Uni Eropa," jelasnya.
Ia pun menegaskan jika G20 menuruti tekanan keras Barat, dikhawatirkan hubungan dagang Rusia bisa rusak, bahkan seluruh negara di G20 akan semakin memperkeruh suasana.
(sef/sef)