Setelah Minyak Goreng, Bahan Pokok Ini Perlu Jadi Perhatian
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo baru-baru ini menegaskan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan melonjaknya harga serta langkanya minyak goreng melalui berbagai kebijakan, seperti penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah dan subsidi ke produsen.
Pun begitu, langkah pemerintah tampaknya harus menemui hambatan lantaran disparitas harga yang cukup tinggi dengan minyak goreng kemasan membuat banyak pihak bermain untuk menaikkan harga minyak goreng curah.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyatakan minyak goreng curah masih berada di rata-rata harga Rp. 20.000.
IKAPPI menilai di beberapa komoditas pangan, pemerintah melalui kementerian perdagangan dan kementerian pertanian juga masih belum cukup mampu mengendalikan pangan selama periode ramadhan. Hal ini karena beberapa komoditas masih mengalami kelangkaan dengan harga yang melambung.
Adapun, beberapa komoditas tersebut yang disoroti IKAPPI selain minyak goreng adalah, pertama, bawang. Komoditas itu dinilai tidak banyak dipasaran dan harganya mencapai Rp. 39.000 hingga Rp. 40.000. Selanjutnya adalah bawang putih.
"Walaupun bawang putih impor, tetapi beberapa komoditas ini masih sulit ditemui di pasar, atau harganya masih relatif tinggi. Harga eceran tertinggi dibawah harga Rp. 30.000 tetapi harga dipasaran sudah mencapai Rp. 34.500," kata Wakil Sekretaris Jenderal Penguatan Pangan & Distribusi Pangan Abdul Sutri Atmojati dalam keterangan resmi, Sabtu (23/4/2022).
Ada juga komoditas gula pasir yang dianggap masih langka dan harganya masih di kisaran Rp 14.500 per kilogram. Abdul menilai hal ini disebabkan musim giling baru akan terjadi di bulan Mei, sehingga belum dapat ditemui di pasar.
Terakhir ada Daging sapi. Daging sapi yang seharusnya berada di harga Rp 130.000, sekarang berada di kisaran Rp 143.500 hingga Rp 150.000. Harga daging sapi ini cukup tinggi di awal hingga pertengahan Ramadan.
Kelangkaan daging sapi dinilai karena permintaan yang cukup tinggi, dan komoditasnya tidak begitu banyak.
"Kami meminta kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan pangan ini menjelang hari raya dan pasca hari raya karena itu cukup berbahaya bagi pangan kita," pungkas Abdul.
(luc/luc)