
Bukan Cuma Taipan, Naiknya Setoran Batu Bara Harus Merata!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara. Aturan ini ditujukan supaya setoran atau tarif royalti batu bara untuk negara meningkat, di tengah harumnya harga komoditas itu.
Namun, Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno meminta agar aturan ini dapat tak hanya berlaku bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai kelanjutan operasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), melainkan juga berlaku bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Pasalnya, menurut Djoko di saat ini dan masa lalu pemerintah selalu membedakan antara jenis izin usaha tambang. Misalnya saja dari Pajak Badan generasi I paling tinggi ditetapkan sebesar 45%, kemudian generasi II 35%. Sementara IUP hanya dikenakan Pajak Badan jauh lebih rendah.
"Sekarang PNBP PKP2B kena 28%, IUP 7%,5%,3%, jadi di sinilah ketimpangannya, tambah lagi kena DMO, diharga US$ 70 per ton, HBA US$ 100," kata dia kepada CNBC Indonesia, Rabu (20/2/2022).
Djoko menilai selama ini pemerintah tidak pernah menurunkan royalti atau PNBP dari sektor batu bara sekalipun harga komoditas ini mengalami penurunan. Kondisi ini menurut Djoko akan membuat ketidakpastian hukum dan tidak adanya jaminan untuk berusaha.
Sehingga akan memperberat investasi di sektor batu bara. Apalagi, pendanaan untuk sektor ini juga telah dibatasi dengan adanya isu baru yakni pengembangan energi bersih, emisi gas rumah kaca dan yang menyangkut mengenai lingkungan.
"Sebagai pertimbangan perbedaan lebih tinggi 14 sampai 15% PNBP dibanding masa lalu hanya 13,5% royalti/PNBP, berarti naik 200%, pasti akan menggerus keuntungan pengusaha," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Lana Saria menegaskan bahwa tarif royalti IUP masih tetap yakni dengan tarif 3%, 5%, atau 7%. Sementara untuk PKP2B yang masih aktif hingga sebelum kontraknya berakhir royaltinya juga masih tetap 13,5%.
Lana mengaku pihaknya sudah melakukan konsultasi kepada para pelaku usaha batu bara pada saat proses penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022. "Pada saat sudah jadi PP belum, karena baru terbit 11 April. Pada saat penyusunannya, tentunya sudah dilakukan konsultasi publik," kata dia kepada CNBC Indonesia Senin (18/4/2022).
Terpisah, Asisten Deputi Bidang Pertambangan Kemenko Marves Tubagus Nugraha mengatakan bahwa pengenaan tarif royalti secara progresif berlaku untuk PKP2B yang telah habis kontraknya. Adapun setelah aturan ini terbit, pemerintah saat juga tengah membahas mengenai pengenaan tarif royalti untuk para IUP.
Pasalnya, untuk IUP masih dikenakan dengan besaran royalti yang belum berubah. Diantaranya yakni dengan tarif 3%, 5%, atau 7%. "IUP-IUP masih dalam proses," kata dia saat ditemui CNBC Indonesia beberapa hari lalu.
Seperti diketahui, Peraturan Pemerintah ini ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 11 April 2022 dan diundangkan pada 11 April 2022 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.
Adapun pada Pasal 23 PP ini disebutkan bahwa PP ini mulai berlaku setelah tujuh hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Artinya, per hari ini, Senin 18 April 2022 Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2022 ini sudah diberlakukan efektif.
Lana Saria sebelumnya menjelaskan meski dalam PP ini diatur bahwa pengenaan tarif PNBP batu bara dibedakan antara PKP2B Generasi 1 dan PKP2B Generasi 1 Plus, di mana untuk tarif PNBP Generasi 1 berada pada kisaran 14%-28% sesuai dengan masing-masing Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan untuk Generasi 1 Plus berada di kisaran 20%-27%. Namun demikian khusus untuk penjualan batu bara di dalam negeri ditetapkan sama, yakni sebesar 14%.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengumuman! Semua Batu Bara RI Dilarang Ekspor Sampai Sebulan