Tujuh Tahun Tekor, Kantong Negara Tahun Ini Tebal Banget

Maesaroh, CNBC Indonesia
20 April 2022 16:24
Penukaran uang rupiah pecahan kecil di Mobil Keliling Bank Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Penukaran uang rupiah pecahan kecil di Mobil Keliling Bank Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mencatatkan surplus hingga Maret 2022. Pada periode Januari-Maret, realisasi pendapatan negara tercatat sebesar Rp 501 triliun. Pada periode yang sama, belanja negara tercatat Rp 490,6 triliun.

Dengan demikian, hingga Maret 2022, APBN masih membukukan surplus sebesar Rp 10,3 triliun atau 0,06% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Surplus APBN sudah berlangsung sejak Januari tahun ini.

Kondisi ini berbanding terbalik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada Maret 2022, APBN mencatatkan defisit sebesar Rp 143,7 triliun atau 0,85% dari PDB.

"Indonesia merupakan salah satu negara yang APBN-nya baik dengan situasi yang ada karena pemulihan ekonomi dan harga komoditas," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada konferensi pers APBN Kita Edisi April, Rabu (20/4/2022).

Surplus APBN untuk periode Maret kali terakhir terjadi pada Maret 2014. Sama seperti tahun ini, Indonesia kala itu juga diuntungkan oleh lonjakan harga komoditas.

Merujuk data Kementerian Keuangan, pendapatan negara memang biasanya naik signifikan pada Maret karena bulan tersebut menjadi batas waktu bagi Wajib Pajak pribadi untuk menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak. Namun, belanja biasanya juga mulai merangkak naik pada bulan tersebut.

Sepanjang 2015-2021, APBN selalu mencatatkan defisit pada Maret, terutama karena belanja yang lebih kencang. Defisit sangat besar tercatat pada Maret 2021 yakni Rp 143,7 triliun. Defisit besar terjadi karena pemerintah mengeluarkan banyak anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 serta pembayaran kontrak infrastruktur yang tertunda pada tahun sebelumnya.

Sri Mulyani mengakui surplus APBN di Maret tahun ini tidak bisa dilepaskan dari lonjakan harga komoditas. Kenaikan harga komoditas mendongkrak pendapatan negara baik melalui pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Sebagai catatan, sejumlah komoditas mencatatkan lonjakan harga yang sangat tajam di awal Maret atau setelah serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Harga batu bara mencetak rekor pada 2 Maret 2022 lalu ke US$ 446 per ton. Pada 9 Maret, harga Crude Palm Oil (CPO) menyentuh MYR 7.268/ton yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Harga minyak mentah juga menyentuh level US$ 100 per barel.

Hingga Maret 2022, penerimaan perpajakan mencapai Rp 401,8 triliun atau tumbuh 38,4% sementara PNBP tercatat Rp 99,1 triliun atau naik 11,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.


Pada Januari-Maret 2022, penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor migas mencapai Rp 17,94 triliun atau 37,91% dari target. Sementara itu, penerimaan PPh dari sektor pertambangan melesat 154,7% pada Januari-Maret tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Penerimaan PPh dari sektor pertambangan selalu tumbuh di atas 100% pada periode Januari-Maret 2022 yakni 109,7% di Januari, 150% di Februari, dan 246% di Maret.

"Pasti dengan mudah kita sudah membayangkan bahwa sektor pertambangan akan memberikan kontribusi yang sangat besar karena adanya boom komoditas dan memang betul. Windfall profit ter-capture dari penerimaan PPh pertambangan yang sangat tinggi," tutur Sri Mulyani.

Tidak hanya di pajak, PNBP dari sumber daya alam juga melonjak karena lonjakan harga komoditas. PNBP sumber daya alam (SDA) migas sudah mencapai Rp 65,2 triliun hingga Maret tahun ini. Jumlah tersebut tumbuh 113,2% dibandingkan periode yang sama tahun 2021.

Kenaikan PNBP ditopang oleh realisasi minyak mentah Indonesia/ICP dalam dua bulan terakhir. Rata-rata ICP hingga Februari 2022 tercatat US$ 84,99 per barel atau naik 58,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.


Sementara itu, PNBP SDA non migas juga moncer didukung lonjakan harga minerba, terutama dari nikel dan batu bara. Pada Januari-Maret 2022, PNBP SDA Migas tercatat Rp 13,4 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni Rp 7,5 triliun.

Penerimaan royalti batu bara per April 2022 sudah mencapai Rp 15,9 triliun. Jumlah tersebut hampir menyamai pencapaian setahun penuh 2020 (Rp 20,8 triliun).

Tidak mau ketinggalan, minyak sawit mentah/CPO juga berkontribusi besar terhadap penerimaan negara perpajakan tahun ini. Kontribusi CPO tercermin dari penerimaan bea keluar yang sudah menembus Rp 10,71 triliun hingga Maret 2022. Angka ini hampir dua kali lipat dibandingkan target yang ditetapkan dalam APBN 2022 yakni Rp 5,9 triliun.

Dampak positif dari kenaikan harga komoditas pernah dirasakan pemerintah pada tahun 2011-2014 ketika terjadi commodity boom.

Pada 2011, misalnya, PNBP SDA mencapai Rp 213,8 triliun, melonjak dibandingkan 2010 (Rp 168,8 triliun). Penerimaan tersebut di atas target APBN 2011 yang ditargetkan Rp 191,98 triliun. Pada 2011, peneriman SDA migas mencapai Rp 205,8 sementara dari SDA non migas termasuk minerba mencapai Rp 20,3 triliun.


Kenaikan penerimaan tersebut membantu menurunkan defisit pada tahun 2011. Realisasi defisit anggaran hanya menembus 1,14% dari PDB, jauh di bawah yang ditetapkan dalam APBN-P 2011 yakni 2,1% dari PDB. Padahal, subsidi energi pada tahun tersebut menembus Rp 255,6 triliun.

Kenaikan harga komoditas juga mendongkrak penerimaan negara dari Rp 168,8 triliun pada 2010 menjadi Rp 240,8 triliun. PNBP SDA melorot menjadi Rp 101 triliun pada 2015 seiring berakhirnya booming komoditas.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular