Pak Jokowi, Soal Batu Bara Tak Cukup Hanya Naikkan Setoran

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Selasa, 19/04/2022 15:45 WIB
Foto: Detikcom

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah diminta untuk tidak hanya fokus menggenjot setoran atau tarif royalti dari sektor batu bara. Namun, kenaikan tarif ini juga harus diimbangi dengan memperbaiki tata kelola pertambangan termasuk di dalamnya pengawasan penghitungan iuran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE), Yusuf Rendy Manilet menilai sektor pertambangan merupakan salah satu dari lima sektor yang menyumbang proporsi yang besar dalam PDB ekonomi Indonesia. Namun jika dilihat dari sumbangan ke penerimaan negara, sektor pertambangan ini proporsinya masih relatif kecil terhadap penerimaan negara.

"Misal di sektor penerimaan pajak hanya menyumbang sekitar 5%, sementara untuk PNBP memang sektor pertambangan merupakan salah satu yang terbesar namun memang tarif yang berlaku masih ada ruang untuk ditingkatkan," kata Yusuf kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/4/2022).


Oleh sebab itu, dia mendukung kebijakan Pemerintah yang baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.

Yusuf menyadari kebijakan ini memang berpotensi mendorong kontribusi penerimaan negara yang lebih besar dari sektor pertambangan. Meski demikian, hal yang terpenting adalah kenaikan tarif juga perlu diimbangi dengan memperbaiki tata kelola pertambangan.

"Termasuk di dalamnya pengawasan penghitungan iuran PNBP, hal ini didasarkan bahwa beberapa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait batu bara," katanya.

Pada tahun 2019 misalnya, hasil temuan menunjukkan 21 perusahaan kurang cermat menghitung iuran PNBP SDA. Akibatnya, terdapat kekurangan penerimaan iuran tetap, dana hasil produksi batu bara (DHPB), royalti, penjualan hasil tambang dan denda sebesar Rp 328,13 miliar dan US$ 38,66 juta.

"Adapun untuk menambah pundi negara dalam jangka pendek tentu cukup besar dengan syarat stakeholder melakukan pengawasan penerimaan negara dan minerba, hingga penyuluhan dan kepatuhan dari penerapan PP yang baru ini," ujarnya.

Seperti diketahui, Peraturan Pemerintah ini ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 11 April 2022 dan diundangkan pada 11 April 2022 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.

Adapun pada Pasal 23 PP ini disebutkan bahwa PP ini mulai berlaku setelah tujuh hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Artinya, per hari ini, Senin 18 April 2022 Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2022 ini sudah diberlakukan efektif.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Lana Saria sebelumnya menjelaskan meski dalam PP ini diatur bahwa pengenaan tarif PNBP batu bara dibedakan antara PKP2B Generasi 1 dan PKP2B Generasi 1 Plus.

Di mana untuk tarif PNBP Generasi 1 berada pada kisaran 14%-28% sesuai dengan masing-masing Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan untuk Generasi 1 Plus berada di kisaran 20%-27%. Namun demikian, khusus untuk penjualan batu bara di dalam negeri ditetapkan sama, yakni sebesar 14%.

"Untuk penjualan batu bara di dalam negeri, PNBP dikunci di 14%," ungkapnya saat konferensi pers, Senin (18/04/2022).

Dia mengatakan, alasan dipatoknya tarif royalti batu bara untuk penjualan dalam negeri sebesar 14% karena mempertimbangkan harga jual batu bara di dalam negeri yang juga dipatok, yakni maksimal US$ 70 per ton untuk pembangkit listrik, dan US$ 90 per ton untuk industri.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Batubara Sebagai Tulang Punggung Ketahanan Energi Nasional