Buntut Kekerasan di Al Aqsa, Israel 'Ditinggal' Partai Arab
Jakarta, CNBC Indonesia - Kekerasan yang terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsa Yerusalem berbuntut panjang. Serangan yang dilakukan polisi Israel terhadap warga di dalam masjid tersebut membuat partai Arab menangguhkan dukungannya dalam pemerintahan.
Partai United Arab List (UAL), juga dikenal dengan nama Ibrani Ra'am, memutuskan untuk menangguhkan partisipasinya dalam pemerintahan koalisi Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett. Hal ini merupakan buntut dari kekerasan yang terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsa Yerusalem.
UAL sendiri memiliki empat kursi di Parlemen Israel, Knesset. Partai ini merupakan partai pertama yang mewakili warga Palestina untuk bergabung dengan pemerintah Israel dan sangat populer di kalangan warga Palestina Israel yang membentuk sekitar 21% dari populasi Negara Yahudi itu.
"Jika pemerintah melanjutkan langkahnya terhadap rakyat Yerusalem ... kami akan mengundurkan diri sebagai sebuah blok," kata UAL dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Al Jazeera, Senin (18/4/2022).
Surat kabar harian Israel Haaretz mengatakan tindakan UAL ini sedang dalam pantauan Bennett dan Menteri Luar Negeri Yair Lapid. Mereka disebut-sebut mengerti dengan keputusan pembekuan sementara ini, namun berharap UAL tidak keluar secara permanen dari koalisinya.
Bennett yang menjabat sejak Juni lalu berupaya untuk menyatukan koalisi yang mampu menggulingkan PM sebelumnya, Benjamin Netanyahu. Ia melakukannya dengan 'menguasai' 61 kursi di Knesset yang memiliki total 120 kursi.
Meski begitu, koalisinya kehilangan mayoritas itu awal bulan ini ketika seorang anggota Knesset sayap kanan mundur karena keputusan pemerintah untuk mengizinkan distribusi roti beragi di rumah sakit selama Paskah. Ini sejalan dengan keputusan Mahkamah Agung baru-baru ini yang membatalkan tahun-tahun pelarangan praktik tersebut.
Perlu diketahui, polisi Israel pada Jumat lalu menyerang warga Palestina saat sedang berada di masjid untuk sholat selama bulan suci Ramadan. Israel menuduh bahwa pria yang membawa bendera Palestina dan Hamas berada di kompleks masjid suci itu dengan membawa senjata batu.
Para pejabat Palestina mengatakan lebih dari 150 warga Palestina terluka akibat insiden tersebut. Israel juga disebut menyerang perempuan di sana.
Meningkatnya kekerasan ini telah meningkatkan kekhawatiran akan bentrokan baru antara warga Palestina dan Israel. Tahun lalu, selama Ramadan, kekerasan serupa pecah dan memicu konflik terbesar dalam beberapa tahun antara Hamas dan Israel.
Perang bahkan terjadi hingga 11 hari. Gencatan senjata berhasil dilakukan setelah intervensi oleh mediator, termasuk Mesir, Yordania, dan Amerika Serikat (AS).
(luc/luc)