
Ini Pemicu Arab Spring, BBM Naik Hingga Protes ke Pemerintah

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena Arab Spring menimpa Sri Lanka. Hal ini Hal ini terjadi saat Sri Lanka mengalami gelombang unjuk rasa akibat krisis ekonomi dan kekacauan sosial. Bahkan jantung kekuasaan Sri Lanka yaitu kantor presiden tak luput dari serangan massa.
Arab Spring disebut pula sebagai Pemberontakan atau pergolakan Musim Semi Arab. Beberapa negara Arab memanas akibatnya, mulai dari Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali, yang telah berkuasa 23 tahun, harus mundur pada 14 Januari 2011.
Kemudian Presiden Mesir Hosni Mubarak mundur pada 11 Februari 2011, setelah berkuasa sekitar 30 tahun. Di Libya Kolonel Moammar Gaddafi yang berkuasa lebih dari 40 tahun juga digulingkan.
Mirip yang terjadi di Sri Lanka, ada beberapa penyebab kondisi politik di beberapa negara tersebut meledak hingga menuntut pemimpinnya mundur, mulai dari krisis ekonomi dan kekacauan sosial.
Berikut beberapa penyebab fenomena Arab Spring:
Halaman2>>
Negara-negara Arab itu adalah negara-negara penghasil minyak yang cukup berpengaruh di dunia. Setidaknya Arab Spring telah mempengaruhi harga minyak dunia.
"Arab Spring mendongkrak harga minyak menjadi lebih tinggi sejak produksi di Libya, salah satu produsen minyak terbesar dunia dan pengekspor utama minyak ke Eropa, sebagian dihentikan karena kerusuhan," tulis Khalid A. Al-Sayed dalam GCC and Arab Spring (2013:67).
Kondisi ini membayangi Sri Lanka dalam fenomena Arab Spring. Apalagi, Lanka IOC, salah satu pemasok bahan bakar terbesar Sri Lanka telah menaikkan harga BBM hampir 20 persen. Hal tersebut dilakukan karena negara tersebut tengah menghadapi kesulitan impor minyak dan krisis dolar.
Pada akhir Maret lalu, Lanka IOC menaikkan harga BBM menjadi 303 rupee per liter dari yang sebelumnya 254 rupee per liter.
Perusahaan mengatakan depresiasi 30 persen rupee terhadap dolar AS dan mata uang utama lainnya bulan ini juga semakin memicu kenaikan harga BBM.
Halaman 3>>
Kenaikan harga minyak dunia akibat Arab Spring menyebabkan kenaikan harga sembako. Pada bulan Februari 2011 sudah muncul dugaan harga minyak akan naik. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menembus US$90 per barel dan Brent akan mendorong lebih jauh ke US$100. Kenaikan itu terjadi selama beberapa tahun.
Data Microtrends menyebut sejak pertengahan 2011 hingga 2014, harga minyak minyak dalam kisaran di atas US$ 93 per barel. Di tahun 2015 barulah harga minyak turun kembali hingga US$ 48,72 per barelnya dan mencapai US$ 43,58 per barel.
Di tahun 2017 harga minyak bergerak naik lagi hingga US$ 50,84 per barel dan pada 2018 mencapai 64,90 perbarel. Ini adalah kemalangan bagi negara pembeli minyak.
Kenaikan harga minyak dunia ikut mempengaruhi kenaikan harga barang-barang kebutuhan lain di segala penjuru dunia. Sebagian masyarakat yang merasa keberatan pun akhirnya protes keras hingga membuat Sebagian pemimpin negara Arab jatuh dari kekuasaannya.
Harga 4>>
Sebagai negara kaya akan minyak, nyatanya tidak membuat mayoritas Warga Libya Makmur. Kekayaan alam tersebut dimanfaatkan dan dinikmati oleh rezim dan juga keluarga dari para pejabat tinggi.
Inflasi yang mengakibatkan kenaikan harga bahan pangan menyebabkan sejumlah masyarakat mengalami kesusahan. Di pihak lain khadafi masih hidup senang bergelimang harta.
Rakyat merasa geram karena merasakan kesengsaraan, sementara golongan elite pemerintahan dalam kondisi yang berbanding terbalik, yang pada akhirnya menyulut kemarahan sehingga terjadinya gerakan revolusi.
Halaman 5>>
Protes keras rakyat ke pemerintahannya membuat beberapa pemimpin di Arab keder. Di Tunisia, gelombang protes dipicu oleh seorang pedagang kaki lima bernama Mohamed Bouazizi yang membakar dirinya sendiri sebagai bentuk kekesalan kepada pemerintah.
Saat itu, barang dagangan milik pedagang buah-buahan ini disita serta dirinya dilecehkan dan dihina pejabat kotapraja Ben Arous dan jajarannya. Kejadian ini menjadi viral dan memicu kemarahan dan demonstrasi warga di seluruh penjuru Tunisia.
Dalam demonstrasi itu, pengunjuk rasa meminta agar pemerintah yang dipegang oleh Presiden Zine El Abidine Ben Ali mundur. Demonstran mengatakan bahwa rezim Ben Ali yang telah berkuasa selama 23 tahun di negara itu tidak membawa perubahan kesejahteraan dan keadilan.
Dan benar, akibatnya, Ben Ali pun tumbang. Ia tak berkuasa lagi 14 Februari 2011.
Dengan demonstrasi yang serupa dengan di Tunisia, warga Mesir berkumpul turun ke jalan mendesak Mubarak turun. Bahkan, ratusan ribu masyarakat sempat berkumpul di kota Kairo, tepatnya di Tahrir Square.
Selain itu, pengumpulan massa serupa juga terjadi di beberapa wilayah lain. Ini pun sempat memicu kerusuhan yang cukup besar.
Dalam protes yang disebut sebagai revolusi ini, hampir seribu warga Mesir harus kehilangan nyawa, baik sebelum maupun tak lama sesudah demo berakhir. Meski begitu, rezim Hosni Mubarak mundur pada 11 Februari 2011.
Namun, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa bergeming. Dia menyatakan tidak akan mundur dari jabatannya. Hal ini terjadi saat Sri Lanka mengalami gelombang unjuk rasa yang menuntutnya mundur akibat krisis ekonomi.
Dalam sebuah pernyataan pers, Menteri Jalan Raya Johnston Fernando menyebut Gotabaya merupakan pemimpin yang terpilih secara demokratis. Gotabaya, menurutnya, tidak akan mundur hanya karena unjuk rasa itu.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Heboh Fenomena Arab Spring Muncul, Ini Negara yang Bisa Kena