Gak Cuma Minyak-Batu Bara, Harga Listrik PLTS Cs Pun Meroket!

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
Rabu, 13/04/2022 21:21 WIB
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak cuma harga minyak dan batu bara yang kian melonjak, harga listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) pun ikut terkerek naik.

Harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) dan juga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pasar global juga telah melonjak hampir 30% dalam setahun ini.

Hal ini dipicu oleh pengembang yang mengalami kesulitan rantai pasok dan peningkatan biaya, mulai dari biaya distribusi hingga suku cadang dan tenaga kerja. Hal tersebut berdasarkan laporan yang dipublikasi hari ini, Rabu (13/04/2022), dikutip dari Reuters.


Harga kontrak untuk energi terbarukan melonjak 28,5% di Amerika Utara dan 27,5% di Eropa pada tahun lalu, menurut indeks triwulanan oleh LevelTen Energy yang melacak kesepakatan, yang dikenal di industri sebagai perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA).

Pada kuartal pertama saja, harga listrik EBT ini naik 9,7% di Amerika Utara dan 8,6% di Eropa, kata LevelTen.

Gangguan ekonomi, logistik, dan pasar tenaga kerja selama pandemi virus corona telah memburuk sejak serangan Rusia ke Ukraina, sehingga ini membalikkan kondisi di mana dalam satu dekade terakhir telah terjadi penurunan biaya untuk sektor energi terbarukan.

Risiko biaya yang lebih tinggi ini dapat memperlambat pertumbuhan permintaan EBT, di tengah seruan Perserikatan Bangsa-Bangsa agar energi bersih berkembang lebih cepat untuk menghindari efek terburuk dari pemanasan iklim.

Tantangan yang memberatkan sektor EBT di Amerika Utara ini salah satunya yaitu sektor ini berada di tengah ketidakpastian apakah anggota parlemen AS akan memperpanjang keringanan pajak untuk fasilitas energi terbarukan, bagian dari agenda perubahan iklim Presiden Joe Biden.

Pengembang juga khawatir tentang penyelidikan Departemen Perdagangan AS yang dimulai tahun ini yang dapat mengakibatkan tarif impor panel surya dari Asia, sehingga bisa semakin menaikkan biaya.

"Hanya ada masalah yang sulit dipecahkan sekarang dengan rantai pasokan kami," kata Reagan Farr, CEO Silicon Ranch, pengembang surya AS, dalam sebuah wawancara, dikutip dari Reuters, Rabu (13/04/2022).

Di Eropa, perang di Ukraina telah mendorong pemerintah untuk mencoba mengurangi ketergantungan pada gas alam dari Rusia, yang selanjutnya meningkatkan permintaan yang kuat untuk energi terbarukan.

Perang telah menjadi "jerami terakhir untuk pasar di mana sudah ada banyak ketegangan harga," ungkap Oscar Perez, mitra di manajer investasi yang berbasis di Spanyol dan pengembang energi terbarukan Q-Energy.

Biaya yang lebih tinggi untuk energi terbarukan di Eropa, bersama dengan kebijakan penangkalan perubahan iklim yang agresif di benua itu, akan meningkatkan daya tarik teknologi yang lebih mahal seperti hidrogen hijau dan biofuel, menurut analis Raymond James, Graham Price.

Untuk saat ini, kenaikan harga tidak memperlambat permintaan, kata LevelTen. Dalam jajak pendapat yang dilakukan perusahaan terhadap 21 penasihat keberlanjutan dan energi, 75% mengatakan klien mereka telah mempercepat atau mempertahankan rencana pengadaan, menurut laporan tersebut.

"Ini bukan tentang permintaan," kata Luigi Sacco, Kepala Falck Renewables yang berbasis di Milan.

"Permintaan ada, tetapi pasokan sedikit kesulitan di beberapa pasar," lanjutnya.

Salah satu faktor yang memikat pembeli untuk energi terbarukan adalah melonjaknya biaya bahan bakar fosil.

"Alternatif yang siap untuk pembangkit terbarukan saat ini adalah gas, dan harga gas juga naik 100%," kata Farr.

"Jadi, kamu memilih racunmu."


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AS-Rusia Pimpin Nuklir Dunia, Asia Mulai Ngebut