Sri Lanka Semenderita Ini: Minyak Mahal, Tak Bisa Bayar Utang

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 April 2022 13:45
Infografis: 10 Raksasa Minyak indonesia selama 2018
Foto: Infografis/10 Raksasa Minyak indonesia selama 2018/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia-Ukraina memunculkan dampak baru. Kini krisis utang menjadi buntut dari perang tersebut.

Perang Rusia-Ukraina menyebabkan harga komoditas melonjak, salah satunya minyak. Maklum, Rusia adalah salah satu produsen minyak utama dunia. Perang tentu menyebabkan produksi dan distribusi minyak terhambat.

Selain itu, serbuan ke Ukraina juga membuat Rusia terkena sanksi ekonomi. Amerika Serikat (AS) sudah melarang impor minyak dari Negeri Beruang Merah. Negara-negara Eropa pun tengah mempertimbangkan kebijakan yang sama.

Akibatnya, pasokan minyak di pasar dunia jadi seret. Wajar kalau harga melesat.

Hal ini tentu sangat menyulitkan bagi negara-negara yang menggantungkan hidup dari impor minyak. Mengutip kajian Fitch Solutions, sebagian besar negara-negara Asia tergantung terhadap pasokan minyak dari luar negeri.

"Tekanan ekonomi kemungkinan akan menghantam Sri Lanka dan Pakistan karena keduanya adalah importir energi dan memiliki defisit transaksi berjalan yang lebar. Defisit transaksi berjalan Pakistan bisa mencapai 4,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) sementara Sri Lanka di 4,4% PDB apabila harga minyak terus bertahan di atas US$ 125/barel," tulis riset Fitch Solutions.

crudeSumber: Fitch Solutions

Halaman Selanjutnya --> Minyak Mahal, Sri Lanka Tak Bisa Bayar Utang

Isu ini yang sekarang menjadi masalah baru di Sri Lanka. Bank sentral Sri Lanka (CBSL) mengungkapkan negaranya bakal kesulitan untuk membayar utang karena cadangan devisa terkuras untuk impor minyak.

"Kami harus fokus untuk mengimpor kebutuhan pokok. Bukan membayar utang luar negeri. Kita sudah sampai di titik membayar utang menjadi sangat menantang dan tidak mungkin," tegas P Nandalal Weesinghe, Gubernur CBSL, seperti dikutip dari Reuters.

Per Maret 2022, cadangan devisa Sri Lanka tercatat US$ 1,72 miliar, terendah sejak November tahun lalu. Cadangan devisa negara itu terus turun selama tiga bulan beruntun

Dibandingkan Indonesia, cadangan devisa Sri Lanka bak bumi dan langit. Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Tanah Air per akhir Maret 2022 adalah US$ 139,13 miliar.

Sementara utang luar negeri Sri Lanka akhir 2021 adalah US$ 50,72 miliar. Jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia yang mencapai US$ 415,33 miliar.

Namun dengan ukuran 'kue' ekonomi yang besar, utang luar negeri Indonesia 'hanya' 35%. Sementara di Sri Lanka, nominal yang lebih kecil sudah memakan 60,85% dari PDB pada 2020.

Tahun ini, Sri Lanka memiliki kewajiban utang jatuh tempo senilai US$ 4 miliar, termasuk US$ 1 miliar kupon obligasi valas yang jatuh tempo pada Juli. Pekan ini, ada dua obligasi yang kuponnya harus dibayar senilai US$ 78 juta meski ada tenggang waktu (grace period) 30 hari.

"Default (gagal bayar). Tidak bisa dihindari lagi," ujar Murtaza Jafferjee, CEO J.B Securities, seperti dikutip dari Reuters.

Namun Jafferjee menegaskan default tersebut bisa berdampak positif. Pasalnya, uang yang semestinya dipakai untuk membayar utang akan digunakan buat memenuhi kebutuhan rakyat.

Milo Gunasinghe, EM Asia Sovereign Credit Strategist di JPMorgan, menyebut ketidakmampuan Sri Lanka untuk membayar utang tentu akan menimbulkan konsekuensi. Salah satunya adalah mengundang kedatangan Dana Moneter Internasional (IMF).

"Inilah jalan menuju program IMF, menurut kami," ujar Gunasinghe, sebagaimana diwartakan Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duduk Perkara Krisis Sri Lanka, Apa Iya Cuma Gegara Utang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular