Silang pendapat tak terelakkan di publik mengenai apa penyebab minyak goreng menjadi mahal dan langka. Secara garis besar setidaknya ada beberapa alasan yang diungkap ke publik, dari tingginya harga minyak kelapa sawit mentah (CPO), penyaluran bahan baku CPO untuk kepentingan pemanfaatan biodiesel B30, masalah distribusi, hingga panic buyingdi masyarakat.
Sepanjang tahun harga CPO melonjak 30,47% dan ditutup di MYR 4.697/ton. Lonjakan harga sepanjang tahun 2021 juga diwarnai oleh ukiran rekor harga tertinggi sepanjang masa.
Harga CPO dan harga minyak goreng sebelumnya memiliki korelasi yang positif. Sebab, di Indonesia banyak produsen minyak goreng yang tidak berafiliasi dengan produsen CPO atau kebun sawit sehingga membeli minyak goreng di pasar spot. Ini menyebabkan harga minyak goreng sangat bergantung terhadap harga CPO. Akibatnya harga minyak goreng terutama curah dan kemasan meningkat tajam.
Namun ada anomali yang terjadi pada bulan Oktober hingga akhir tahun 2021, di mana harga CPO global cenderung stagnan namun harga minyak goreng terus melambung. Harga CPO global turun 4,6% point-to-point dari 1 Oktober hingga 18 Desember. Sedangkan harga minyak goreng naik 14% ptp pada periode yang sama. Sehingga tingginya harga CPO belum cukup kuat jadi "tersanga" tingginya harga minyak goreng dan perlu melihat faktor lainnya seperti pasokan.
Penyebaran virus Covid-19 membuat aktivitas produksi di kebun kelapa sawit lesu yang juga berpengaruh terhadap produksi CPO. Pada tahun 2020 turun untuk pertama kalinya setelah selama empat tahun terakhir selalu bertumbuh. Saat itu, produksi CPO Indonesia tercatat 47,03 juta ton. Jumlah ini turun 146.000 ton dari produksi tahun 2019.
Kemudian pada tahun 2021, produksi CPO pun kembali turun. Selain karena faktor Covid-19, faktor cuaca juga menyebabkan produksi menjadi menyusut. Pada bulan Januari tahun 2021, produksi turun 260.000 ton dari bulan Desember 2021. Lalu kembali turun 342.000 ton pada bulan Februari hingga menjadi 3,08 juta ton.
Pada bulan-bulan berikutnya produksi bulanan CPO Indonesia berada dalam tren menanjak hingga bulan Agustus. Namun saat memasuki bulan musim penghujan, produksi CPO bulanan secara perlahan terus menyusut. Pada tahun 2021, produksi total CPO pun menyusut 146.000 ton menjadi 46,89 juta ton.
Selain itu, dari sisi pasokan berdasarkan data yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia, hadirnya B30 ternyata berpengaruh terhadap pendistribusian pasokan untuk pangan di tengah konsumsi minyak goreng yang meningkat. Begitu juga dengan ekspor Indonesia yang meningkat saat kebutuhan dalam negeri juga meningkat.
Porsi konsumsi CPO kebutuhan pangan untuk salah satunya minyak goreng cenderung menurun sejak 2015 hingga 2021. Pada tahun 2015 porsi konsumsi pangan dibanding produksi sebesar 21,4%. Namun pada tahun 2021 susut menjadi 19,1% dengan jumlah 8,95 juta ton, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Pertumbuhan konsumsi CPO untuk kebutuhan pangan pun cenderung stagnan. Hal ini berbanding terbalik dengan konsumsi untuk biodisel yang meningkat 10x lipat pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2015 seiring dengan aturan penggunaan CPO sebagai campuran bahan bakar.
Pada tahun 2015 porsi konsumsi biodiesel sebesar 2,4% dengan total konsumsi 794.000 ton. Kemudian pada tahun 2021 melesat menjadi 7,3 juta ton dengan porsi 15,7% dari total konsumsi.
 Foto: GAPKI Konsumsi CPO untuk Pangan dan Biodiesel |
Lebih rinci, porsi CPO untuk pangan tiap bulan di tahun 2021 terus menurun dibandingkan dengan porsi konsumsi untuk biodiesel yang terus bertumbuh. Bahkan pada bulan November dan Desember jumlah konsumsi CPO untuk biodiesel lebih besar dibanding pangan.
Pada bulan November dan Desember, konsumsi CPO untuk pangan tercatat 667.000 dan 705.000. Sedangkan biodiesel tercatat 722.000 ton dan 781.000 ton. Padahal saat itu harga minyak goreng sedang meroket diikuti keluhan masyarakat. Sehingga pasokan CPO untuk diolah untuk menjadi minyak goreng pun terbatas dan menyebabkan harga minyak goreng meroket.
 Foto: GAPKI Konsumsi CPO untuk Pangan dan Biodiesel 2021 |
Saat produksi minyak kelapa sawit nasional dan untuk kebutuhan pangan menurun, konsumsi minyak goreng meningkat masyarakat meningkat. Berdasarkan data BPS, rata-rata mingguan konsumsi minyak goreng nasional mencapai 0,23 liter per minggu. Jumlah ini naik dari tahun 2018 sebesar 0,2 liter per minggu.
Adanya kesenjangan antara pasokan minyak kelapa sawit mentah untuk kebutuhan pangan dan juga konsumsinya. Sehingga harga minyak goreng Indonesia pun meroket. Mengacu data PIHPS, harga minyak goreng curah saat ini mencapai Rp 19.800 per liter. Sementara untuk kemasan bermerk 1 dan 2 harganya Rp 23.500 dan 22.400 per liter.
Di atas kertas, tingginya harga global rupanya mendorong ekspor olahan minyak kelapa sawit lebih tinggi pada tahun 2021. Mengutip data yang dihimpun oleh GAPKI, ekspor olahan CPO Indonesia meningkat 21,8% menjadi 25,7 juta ton dibandingkan tahun 2020 sebesar 21.1 juta ton.
Begitu pula dengan porsi ekspor dibandingkan produksi yang sebesar 54%, naik dari 2020 sebesar 44,9%. Porsi ekspor tersebut juga jadi tertinggi sejak 2017 sebesar 57,5%.
Kenaikan terutama terjadi di negara tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit Indonesia seperti China, AS, Pakistan, Bangladesh dan Mesir. Tingginya harga CPO pun mendongkrak nilai ekspor Indonesia sebesar 54,6% menjadi US$ 28,52 miliar atau Rp 407 triliun (kurs=Rp 14.300/US$).
Berdasarkan data BPS volume ekspor ke China sepanjang tahun 2021 meningkat 7,12% menjadi 4,7 juta ton setara 17,55 dari total volume ekspor Indonesia. Sementara itu volume ekspor CPO ke Amerika Serikat melonjak 45,96% menjadi 1,64 juta ton.
Ekspor CPO ke Bangladesh juga melejit 27,75% menjadi 1,3 juta ton. Sedangkan volume ekspor tetangga Bangladesh, Pakistan, meningkat 6,7% menjadi 2,66 juta ton. Sementara itu, ekspor ke Mesir pun tembus 1 juta ton setelah ada peningkatan volume sebesar 6,64% sepanjang tahun 2021.
Faktor lain yang turut membuat harga minyak goreng naik adalah pasokan minyak nabati pengganti CPO dunia pada tahun 2021/2022 turun. Ekspor minyak biji bunga matahari tercatat 12,17 juta ton turun 9,65% dan minyak rapeseed turun 7% menjadi 5,39 juta ton. Sementara minyak kedelai naik tipis 2,43% menjadi 11,8 juta ton.
Beberapa negara besar Eropa pun meningkatkan impor CPO dari Indonesia. Inggris misalnya yang menambah impor hingga 5,8% menjadi 80,870 ton pada tahun 2021. Sementara Ukraina naik 24,57% menjadi 300.073 ton.
Meskipun perdebatan mengenai CPO di Eropa juga menekan volume ekspor di negara-negara benua biru lainnya, nilai ekspor Indonesia ke Eropa melonjak 32%. Nilai ekspor CPO Indonesia ke Eropa pada tahun 2021. senilai US$ 3,45 miliar atau Rp 49,33 triliun (kurs Rp 14.300/US$).