Pemerintah Perlu Optimalkan Momentum Kenaikan Harga Batu Bara

Eqqi Syahputra, CNBC Indonesia
01 April 2022 18:25
Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor batu bara pada 1–31 Januari 2022 guna menjamin terpenuhinya pasokan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN dan independent power producer (IPP) dalam negeri. Kurangnya pasokan batubara dalam negeri ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan harga minyak mentah dunia telah berkontribusi pada peningkatan defisit neraca perdagangan migas pada Februari 2022. BPS juga melaporkan neraca perdagangan migas Indonesia kembali defisit sebesar US$1,91 miliar pada Februari 2022.

Atas dasar hal itu, Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengungkapkan, bahwa Indonesia bisa meningkatkan ekspor batu bara ke Asia dan luar Asia pasifik dengan memanfaatkan momentum tingginya harga batu bara.

Menurutnya, hal ini bisa dijadikan solusi jangka pendek bagi pemerintah untuk menambal kebutuhan dana untuk memenuhi kebutuhan energi dan bahan bakar minyak di dalam negeri.

"Di tengah tingginya harga minyak mentah dunia yang berkontribusi pada tingginya defisit produk migas, maka industri batu bara ini bisa sangat membantu. Momentum ini perlu dimanfaatkan," ujar Fahmy dalam keterangan tertulis, Jumat (1/4/2022).

Dia menambahkan, pemerintah dapat memanfaatkan momentum tingginya harga batu bara dengan cara mengekspor dengan volume lebih besar nantinya juga akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

"Kalau penghasilan negara dari batu bara dan komoditi lain meningkat, negara tentunya punya dana cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan," jelasnya. 

Peningkatan produksi di tengah tingginya harga akan meningkatkan royalti yang diterima oleh pemerintah daerah. Dana dari royalti ini bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur daerah dan membangun kantor pelayanan publik.

Royalti tersebut bisa juga dijadikan substitusi pendapatan yang belum maksimal bertumbuh di tengah pandemi, akibat penerapan pembatasan aktivitas publik. Bagi sebuah daerah dengan perekonomian yang bertumpu pada sektor pertambangan, maka peningkatan produksi batu bara bisa berimplikasi pada peningkatan pendapatan perkapita di daerah tersebut.

Dampak positif lainnya adalah para perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dapat memberikan kontribusi lebih banyak untuk meningkatkan dan mengembangkan program Corporate Social Responsibility (CSR) mereka bagi masyarakat sekitarnya.

Menurut Fahmi, dengan upaya menciptakan hilirisasi produk batu bara, maka jumlah tenaga kerja yang terserap akan semakin bertambah sehingga bisa menekan tingkat angka pengangguran di Indonesia.

"Tentunya dibutuhkan peran swasta termasuk investor asing untuk ikut mengembangkan hilirisasi batu bara di dalam negeri, semisal untuk menciptakan proses coal liquefaction atau coal gasification. Peran pemerintah pun sangat besar untuk bisa meningkatkan minat swasta untuk pengembangan produk hilir batubara tadi, dengan memberikan insentif seperti kebijakan fiskal yang bisa mendorong para pelaku usaha," tutup Fahmy.


(bul/bul)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dampak Perang ke RI Nyata, Sri Mulyani: Harga-harga Melonjak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular