
Perangnya di Ukraina, Satu Asia Kena Getahnya!

Saat harga komoditas energi, pertambangan, dan pertanian menanjak, maka biaya yang ditanggung dunia usaha pasti ikut naik. Maklum, komoditas-komoditas itu sangat sentral dalam proses produksi dan distribusi.
Ingat, kenaikan harga komoditas terjadi secara global. Dampaknya terasa di seluruh dunia, tidak terkecuali di Asia.
Jadi tidak heran aktivitas manufaktur di Asia melambat. Ini terlihat dari angka Purchasing Managers' Index (PMI).
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Skor di atas 50 menandakan industriawan sedang dalam fase ekspansi. Kalau di bawah 50, maka artinya sedang kontraksi.
Pada periode Maret 2022, rata-rata angka PMI di sembilan negara Asia yang disurvei adalah 51,68. Turun dibandingkan rerata bulan sebelumnya yang sebesar 52,54.
Secara umum, pelaku usaha manufaktur di Benua Kuning masih optimistis, masih ekspansif. Namun rasa percaya diri itu agak menipis.
Skor PMI terendah di Asia pada Maret 2022 ada di China yaitu 48,1, sudah masuk zona kontraksi. Turun lumayan jauh dibandingkan bulan sebelumnya yakni 50,4.
Di Negeri Tirai Bambu, tidak cuma perang yang membuat situasi jadi lebih sulit. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang kembali mengganas juga menjadi tantangan.
Sepanjang kuartal I-2022, rata-rata kasus positif harian Covid-19 di China adalah 8.589,1 orang/hari. Amat jauh lebih tinggi ketimbang rerata kuartal sebelumnya (77,73 orang/hari) atau kuartal I-2021 (67,34 orang/hari).
Peningkatan kasus positif harian membuat pemerintah memberlakukan karantina wilayah (lockdown) di sejumlah daerah.
Salah satunya adalah distrik pusat ekonomi dan keuangan Shanghai. Wilayah ini berpenduduk sekitar 26 juta jiwa, kira-kira hampir sama dengan populasi Australia.
Lockdown Shanghai akan dibagi menjadi dua tahap. Pertama adalah mulai 27 Maret 2022 di bagian timur dan disusul 1 April 2022 di sebelah barat.
"Di sektor manufaktur, pasokan dan permintaan turun. Lonjakan kasus Covid-19 di berbagai wilayah menganggu aktivitas manufaktur dan proses produksi. Permintaan pun berkurang, terutama untuk barang-barang konsumsi.
"Perang antara Rusia dan Ukraina juga mengganggu rantai pasok industri manufaktur dan mengerek harga komoditas. Biaya input meningkat signifikan, terutama untuk pembelian energi dan logam," jelas Dr Wang Che, Ekonom Senior Caixin Insight Group, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Halaman Selanjutnya --> Indonesia Ternyata Lumayan Juga
(aji/aji)