
Inflasi Turki Diramal Tembus 60%, Indonesia Perlu Waspada?

Kenaikan inflasi memang tidak bisa dihindarkan, termasuk di Indonesia. Tetapi bedanya, inflasi di Indonesia jauh lebih terkendali. Bahkan masih bisa di dalam target Bank Indonesia (BI), yakni 3% plus minus 1%.
Kenaikan harga minyak mentah membuat pemerintah berpeluang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya jenis Pertamax.
Di awal pekan ini, Komisi VI DPR RI - yang salah satu tugasnya mengawasi sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) - merestui PT Pertamina (Persero) untuk segera melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi jenis bensin dengan nilai oktan (RON) 92 atau Pertamax.
Pasalnya, harga jual bensin Pertamax ini sudah jauh dari nilai keekonomian.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan dampak kenaikan BBM ke inflasi akan sangat bergantung pada besaran kenaikannya. Dalam hitungan Bank Danamon, setiap kenaikan Rp 500 per liter bisa mendorong inflasi hingga 0,69 percentage points (pcp) dari asumsi awal.
"Kenaikan Rp 1.000 per liter bisa berdampak 1,44 pcp ke baseline dan bila naik Rp 2.000 bisa hingga 2,62 pcp," tutur Irman, kepada CNBC Indonesia.
Irman memperkirakan inflasi pada akhir tahun bisa mengarah ke 4% bila tanpa kenaikan harga BBM.
"Jika (BBM) dinaikkan dapat berpotensi lebih tinggi di berbagai skenario tersebut," tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan, Ekonom Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja, yang melihat inflasi bisa mencapai 4%. Selain kenaikan harga BBM, PPN serta cukai rokok juga menjadi penyumbang inflasi tahun ini.
"Inflasi Indonesia dari prediksi awal untuk rata-rata 2,4% tahun ini kemungkinan besar melonjak jadi 4%," kata Enrico dalam program PROFIT CNBC Indonesia 9 Maret lalu.
"Kita harus lihat sumber inflasi, dampak PPN termasuk kenaikan cukai rokok 0,3-0,5%. Dampak hari raya dan lebaran cukup signifikan," terangnya.
Namun, perlu diingat pertamax berkontribusi 13% dari konsumsi BBM nasional, sangat jauh di bawah Pertalite (RON 90) sebesar 79%.
Harga pertalite sendiri masih belum diketahui akan dinaikkan atau tidak, tetapi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi Pertalite (RON 90) yang dijual Pertamina sebagai Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP).
Dengan dimasukkannya bensin Pertalite ke dalam JBKP ini, maka bensin Pertalite seharusnya diperlakukan sama seperti halnya bensin Premium (RON 88) yang mendapatkan kompensasi penuh dari pemerintah.
Sehingga jika harga Pertalite tidak naik, maka dampaknya ke inflasi tidak akan sangat besar.
Selain itu, stabilitas rupiah juga menjadi kunci terjaganya inflasi di Indonesia. Dalam 3 bulan pertama tahun ini, rupiah hanya melemah 0,61%, sementara tahun lalu sekitar 1,4%. Bandingkan dengan lira Turki jeblok hingga nyaris 45% di 2021, dan sepanjang tahun ini merosot lagi 9%.
Jebloknya nilai tukar lira di tahun lalu menjadi awal meroketnya inflasi di Turki.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Kebijakan Suku Bunga "Biangnya Setan" Bikin Lira Ambrol
(pap/luc)