Ada 'Durian Runtuh', Sri Mulyani Tak Perlu Ngoyo Cari Utangan

Maesaroh, CNBC Indonesia
Rabu, 30/03/2022 16:15 WIB
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Saat Konfrensi Pers APBN KiTa Edisi Maret 2022. (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di luar kebiasaan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatatkan surplus sampai Februari 2022. Surplus tersebut semakin membuat pemerintah percaya diri menghadapi pembeli Surat Berharga Negara (SBN) yang meminta bunga tinggi.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga Februari, realisasi APBN mencatatkan surplus sebesar Rp 19,71 triliun atau 0,11% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pendapatan negara hingga tercatat Rp 302,42 triliun atau meningkat 37,73% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, belanja negara baru menyentuh Rp 282,71 triliun atau 10,42% terhadap alokasi.



Pada tahun-tahun sebelumnya, belanja hingga Februari memang belum besar mengingat Kementerian/Lembaga biasanya masih dalam tahap lelang. Pendapatan negara biasanya juga baru merangkak di bulan Maret setelah periode pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak.

Dalam lima tahun terakhir, surplus APBN hingga Februari hanya terjadi sekali yakni pada tahun ini. Selebihnya, selalu mencatatkan defisit. Secara nominal, defisit terbesar terjadi pada Februari 2021 yakni Rp 63,39 triliun atau 0,37% terhadap PDB.



Surplus APBN pada Februari tahun ini tidak bisa dilepaskan dari melonjaknya penerimaan negara. Kenaikan harga komoditas baik minyak mentah dunia, minyak sawit mentah (CPO), ataupun batu bara turut mendongkrak penerimaan negara.

Pendapatan negara hingga Februari tahun ini mencapai Rp 302,42 triliun. Level di atas Rp 300 triliun merupakan pencapaian sendiri mengingat pada tahun-tahun sebelumnya pendapatan negara berada di kisaran Rp 200 triliun pada Februari.

Pendapatan negara yang besar ini membuat pemerintah bisa menekan pembiayaan. Pemerintah kini juga bisa lebih leluasa menentukan besaran serapan (SBN) dari lelang. Di tengah kondisi global yang diliputi ketidakpastian, faktor besarnya penerimaan ini sangat menguntungkan pemerintah.

"Saya melihat pemerintah cukup optimistis dengan kondisi keuangan saat ini. Harga minyak yg naik menyebabkan penerimaan negara naik signifikan. Kita lihat bahkan operasi keuangan pemerintah sampai Februari kemarin surplus yang biasanya defisit," tutur ekonom Bank Danamon Irman Faiz, kepada CNBC Indonesia.


Senada dengan Irman, kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan pemerintah memiliki keleluasaan dalam menentukan penerbitan SBN tahun ini dari besarnya penerimaan. "Ada sumber revenue yang besar setelah windfall dari commodity prices. Proyeksi defisitnya jadi mengecil," tutur Andry., kepada CNBC Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan defisit APBN pada tahun ini akan lebih kecil dari yang ditetapkan dalam APBN (4,85% terhadap PDB).

Selain besarnya penerimaan, Irman menambahkan keberadaan Bank Indonesia sebagai standby buyer dalam lelang SBN juga membuat pemerintah leluasa dalam menentukan penerbitan SBN. "Pemerintah lebih confident dengan kondisi keuangan sekarang. Karena satu sisi pemerintah perlu menjaga biaya dari utang juga yang meningkat akibat pandemi. Jadi jika yield yang masuk tidak sesuai harapan, pemerintah lebih confident untuk memenangkan lebih rendah di bawah target," imbuh Irman.


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: APBN Mei 2025 Defisit Rp 21T, Menkeu Klaim Masih Kecil

Pages