
Utang Naik Tajam, Kas Negara Terkuras Buat Bayar Cicilan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Utang pemerintahan Joko Widodo selama menjabat dua periode, yaitu 2014-2022 telah meningkat hingga 189,6 persen. Utang yang meningkat itu pun diperkirakan akan membebani APBN pada masa pemerintahan mendatang di 2024.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini mengatakan, peningkatan utang tersebut sangat tinggi dibandingkan peningkatan utang masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ia mencatat, pada akhir masa pemerintahan SBY, utang pemerintah pusat yang harus diwariskan ke Jokowi sebesar Rp 2.608,78 triliun. Sedangkan sebelum masa pemerintahan Jokowi berakhir, total utang kata dia telah meningkat menjadi Rp 7.554,25 triliun per November 2022.
"Ditambah BUMN Rp 2.000-3000 itu belasan triliun utang yang diwariskan pada pemimpin yang akan datang," kata Didik dalam diskusi Catatan Awal Tahun Indef 2023 secara daring, Kamis (5/1/2023).
Dengan besaran itu, Didik memperkirakan, beban utang itu akan sangat berat ditanggung oleh APBN pemerintahan presiden yang akan datang. Sebab, Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi pada 2024 dengan menyelenggarakan pemilihan umum.
"Ini saya banyak berteriak soal ini, tidak terlalu diperhatikan tapi tidak apa, nanti implikasinya ke APBN ke depan dan habis untuk membayar utang dan utangnya cukup banyak," ucap Didik.
Menurut Didik, kondisi peningkatan utang pemerintah pusat ini tidak terlepas dari buruknya perencanaan penganggaran pada masa Covid-19. Terutama setelah terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona.
"Awal COVID-19 itu sumber justifikasi krisis otoriter dilakukan dan DPR itu dia nggak bisa apa-apa dengan Perpu. DPR nggak diberikan kekuasaan apa-apa," ungkap Didik.
Akibatnya, ia mengungkapkan, banyak target-target yang meleset jauh dari perencanaannya. Misalnya defisit APBN yang selisih realisasinya sangat jauh dari target. Defisit APBN pada 2022 ditargetkan sebesar Rp 868 triliun, tapi realisasinya Rp 464 triliun.
"Jadi selisih dari perencanaan anggaran Rp 400 triliun. Kalau selisihnya Rp 3 triliun, Rp 5 triliun, make sense, tapi kalau selisihnya banyak itu APBN direncanakan semau-maunya," ujar Didik.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data: Utang Pemerintah RI Naik Jadi Rp7.870 Triliun