Cek! Begini Ciri-ciri Migor Curah yang Dikemas Ulang

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
30 March 2022 12:40
Pekerja menuang minyak curah milik Tah Lan di pasar Pondok Labu, Jakarta, Rabu, 26/1. Setelah seminggu diberlakukannya kebijakan satu harga, yakni minyak goreng berbanderol Rp 14 ribu per liter, ternyata penyesuaian harga tersebut belum terjadi di pasar tradisional. Satu di antaranya Pasar Jaya Pondok Labu, Jakarta.

Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia, Rabu (26/1/2022), harga minyak curah di Pasar Jaya Pondok Labu masih dipatok harga Rp 21 ribu per liternya dan minyak kemasan seharga Rp 20.000 per liter. 

Tah Lan, seorang pedagang warung sembako di Pasar Pondok Labu ini menilai kebijakan pemerintah dengan memberikan subsidi harga minyak sudah bagus.

"Iya saya udah tau soal penurunan harga, cuma stok yang saya beli belum habis dan masih mahal modalnya, seperti minyak curah saya belinya Rp305.000 per drigen". Penurunan harga minyak ini diakui bakal mengalami kerugian bagi pedagang eceran seperti ibu Tah Lan. 
Di sisi lain, Tah Lan berpandangan semestinya kebijakan itu disertai tindakan yang merata baik untuk retail modern maupun tradisional.


"Sebenarnya bagus. Tapi untuk kita pedagang tradisional kan ini belum dimulai, kalau bisa pemerintah buat merata lah semua. Sebab sejauh ini kita (pedagang pasar tradisional) belum dapat subsidi dari pemerintah," ungkap.

Kemudian CNBC Indonesia mencoba mewawancarai pedagang sembako grosiran. Lee salah satu pedagang sembako grosiran juga mengatakan bahwa iya akan menjual harga minyak seperti biasa sebelum ada subsidi. "Dari distributor belum ada penurunan, jadi kita juga belum turun." Lee mengaku meski iya menjual dengan harga yang lebih mahal dari peritel modern tapi minyak goreng yang ia jual masih ada yang beli. "Klo yang beli pasti ada aja meski harga masih lama belum menyesuaikan subsidi" tambahnya.   (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Penjualan Minyak Goreng (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, daya tahan di suhu tertentu memudahkan untuk membedakan minyak goreng (migor) dalam kemasan dari migor curah.

Hal itu disampaikan saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IV DPR dengan Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI). RDPU itu membahas dan meminta masukan terkait permasalahan pangan nasional terutama minyak nabati.

"Migor itu ada yang bermerek itu premium dan curah itu komoditas. Yang bermerek ini ada marketing cost sehingga memang berbeda dan kualitasnya juga berbeda. Yang premium karena disimpan di supermarket, harus tahan nggak beku di suhu 6 derajat," kata Sahat saat RDPU, Rabu (30/3/2022).

Sedangkan untuk migor curah, lanjutnya, disesuaikan sehingga tahan tidak beku di suhu 12 derajat.

"Mengherankan memang. Kami mendapat informasi bahwa migor curah dikemas kembali. Harusnya masyarakat tahu bagaimana membedakannya. Kalau berembun, itu berarti migor curah dikemas ulang," kata Sahat.

Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mengimbau Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan tidak ada penimbunan, termasuk praktik pengemasan ulang. Dia mempertanyakan langkah Kemendag menjamin tidak ada switching (peralihan) dari minyak goreng curah ke versi kemasan premium.

"Karena pelaku pengemasan ulang minyak goreng itu kan bisa saja dia mengemas kembali, dan jumlahnya ada 137 industri ini. Dan mereka punya berbagai merek yang sudah punya izin pak menteri. Yang tinggal di-repack. Nah ini kan harus dijaga," kata Darmadi dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022), seperti dilansir situs resmi DPR.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Anak Buah Lutfi: Minyak Goreng Curah Tak Akan Dihapus

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular