Konsumsi Solar Kerap Jebol, Momentum Gunakan Subsidi Tertutup

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
25 March 2022 16:55
Petugas mengisi BBM mobil di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak (SPBU) milik PT Pertamina di Jakarta, Selasa (28/8). Saat ini sebanyak 60 terminal BBM Pertamina telah menyalurkan biodiesel 20% atau B20 untuk PSO (Public Service Obligation/subsidi). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Pengisian BBM Pertamina (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat bahwa konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi mulai mengalami lonjakan di awal tahun ini. Bahkan, per Februari 2022 penyalurannya telah melebihi kuota sebanyak 10% dan stok BBM solar subsidi mencapai 20 hari.

Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan kondisi penyaluran solar subsidi yang telah melebihi kuota ini perlu segera dicari solusinya. Pasalnya, hal ini bukan kali pertama saja terjadi.

Menurut Agus, solusi pertama yang dapat dilakukan pemerintah yakni pendataan ulang bagi siapa saja kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan subsidi dalam bentuk solar. Kedua, pemerintah dapat menyalurkan solar subsidi secara tertutup.

"Ini yang juga perlu dilakukan, jadi benar-benar subsidi dilakukan dalam bentuk tertutup. Artinya gak semua orang bisa akses," kata dia kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/3).

Penyaluran subsidi tertutup ini juga bisa diimplementasikan dalam bentuk barang maupun orang. Adapun jika subsidi dalam bentuk barang, maka seseorang yang benar benar telah terdaftar di sistem dapat mendapatkan harga khusus.

Sementara jika subsidi dalam bentuk orang, artinya pemerintah harus memberikan bantuan dalam bentuk Bantuan langsung tunai (BLT). Adapun bantuan tersebut dapat digunakan guna keperluan membeli solar bersubsidi.

"Cuma kalau orangnya disubsidi riskan terjadinya penyalahgunaan ke hal yang lain. bisa digunakan untuk kebutuhan yg itu justru sekunder bahkan tersier. nah ini memang agak komplek memang sebaiknya pada barangnya," kata dia.

Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) menyampaikan penyaluran BBM jenis solar subsidi telah melebihi kuota. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya seperti adanya lonjakan permintaan karena gap harga antara solar subsidi dan non subsidi terlalu jauh.

Dari pantauan CNBC Indonesia, harga solar subsidi mencapai Rp 5.150 per liter, sementara harga solar non subsidi mencapai Rp 11.000-an per liter. Gap harga itulah yang tentunya membuat pembelian solar non subsidi beralih ke solar subsidi.

Direktur BBM BPH Migas, Alfon Simanjuntak mengatakan, bahwa perbedaan harga solar bersubsidi dengan harga solar nonsubsidi saat ini menjadi salah satu faktor penyaluran solar subsidi melebihi kuota pada Februari 2022.

"Salah satu faktor itu (harga)," kata Alfon kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/3/2022).

Selain itu, faktor berikutnya yakni pengaturan mengenai siapa konsumen pengguna yang berhak, masih harus diperjelas lagi. Mengingat sejauh ini belum terlalu detail.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kuota Sering Jebol, BPH Migas Godok Perubahan Pembelian Solar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular