Seperti Indonesia, Eropa Juga Bakal Batasi Konsumsi Solar!

Maesaroh, CNBC Indonesia
24 March 2022 19:30
SPBU Pertamina
Foto: SPBU Pertamina (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Eropa kini dihadapkan pada krisis yang tidak pernah dibayangkan, yakni kelangkaan minyak solar. Kelangkaan pasokan minyak solar di Eropa bahkan bisa menjadi sistemik dan berujung pada pembatasan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Kekhawatiran tersebut disampaikan tiga trader terbesar di bidang komoditi yakni Vitol, Gunvor and Trafigura. Mereka memperkirakan pasokan minyak yang hilang dari Rusia mencapai 3 juta barel per hari (bph) akibat perang Rusia-Ukraina.

"Setengah pasokan solar Eropa diimpor dari Rusia dan setengahnya lagi dari Timur Tengah. Kekurangan pasokan jelas ada," tutur Russell Hardy, CEO Vitol dalam acara Financial Times' annual Commodities Global Summit, seperti dikutip dari Financial Times, Kamis (24/03/2022).

Hardy menambahkan, pengalihan konsumsi dari bensin ke solar yang sudah berlangsung di Eropa membuat krisis pasokan minyak solar akan semakin berat.

Kilang-kilang yang ada memang bisa meningkatkan produksi solar untuk mengantisipasi kenaikan harga, tetapi mungkin tidak akan mencukupi.
Karena itulah, Hardy menyebut pembatasan distribusi bisa menjadi kemungkinan ke depan.


Jeremy Weir, CEO Trafigura, mengatakan 2-2,5 juta barel produksi minyak Rusia akan hilang dari pasar dunia, baik dalam bentuk minyak mentah ataupun produk yang sudah diolah. 

"Pasar diesel sangat ketat dan bakal lebih ketat lagi sekarang ini," tutur Jeremy Weir.

Sementara itu, Torbjörn Törnqvist, CEO Gunvor juga memprediksi pasokan energi Eropa akan tetap rendah hingga tahun depan sebagai dampak perang Rusia-Ukraina.

"Ini adalah persoalan global dan untuk Eropa ini sangat berat karena pasokannya yang tipis," tutur Törnqvist.


Eropa mengimpor sekitar dua pertiga dari total minyak mentah yang kemudian diolah menjadi minyak solar dari Rusia. Asosiasi Perusahaan Mobil Eropa memperkirakan di tahun 2019, 42% dari kendaraan Eropa menggunakan minyak solar sebagai bahan bakar mesin diesel mobil mereka. Di beberapa negara seperti Spanyol, Irlandia, da Austria, jumlah pemakaiannya diperkirakan lebih besar lagi.

Di Eropa penggunaan solar memang lebih banyak untuk kendaraan jalan raya. Berbeda halnya dengan di Amerika Serikat di mana solar lebih banyak dipakai untuk bahan bakar alat pertanian dan konstruksi.

Persoalan kekurangan solar tidak hanya dihadapi mereka, Amerika Serikat dan negara lain juga dikhawatirkan menghadapi persoalan sama. Trafigura mengatakan Amerika Latin dan Afrika juga bisa terimbas oleh kekurangan solar.

Badan Energi Internasional (IEA) memberikan sejumlah saran untuk menanggulangi kekurangan pasokan minyak seperti pemberlakuan hari bebas kendaraan di Hari Minggu atau mengurangi kecepatan di jalan raya. Praktek tersebut sudah dilakukan saat dunia menghadapi krisis minyak pada tahun 1970an saat perang Arab-Israel.

Amrita Sen, analis dan research dari Energy Aspect, memperkirakan Eropa mengimpor solar sekitar 1 juta barel per hari dari Rusia.

"Solar adalah BBM yang mengalami dampak paling buruk dari naiknya harga-harga bahan bakar di untuk kawasan Eropa," tutur Amrita.

Seperti diketahui, Indonesia juga berencana membatasi konsumsi minyak solar subsidi oleh masyarakat. Namun bedanya dengan kasus di Eropa yang dipicu karena kelangkaan akibat terbatasnya pasokan dari Rusia, sementara pembatasan solar di Indonesia karena realisasi konsumsi minyak solar subsidi sudah melewati kuota yang telah ditetapkan pemerintah.

Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan membatasi pembelian solar bersubsidi. Hal itu mengingat kuota penyaluran solar subsidi hingga Februari 2022 telah melebihi kuota sekitar 10%.

Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan pengawasan supaya penyaluran subsidi tepat sasaran. Adapun guna mengatasi penyaluran subsidi yang telah melebihi kuota ini, lembaga hilir bakal membatasi pembelian solar.

"BPH Migas melakukan pengendalian pembelian BBM per hari, per kendaraan," kata dia kepada CNBC Indonesia, Kamis (3/24/2022).

Sama seperti Eropa, Indonesia juga berencana membatasi konsumsi minyak solar subsidi oleh masyarakat. Namun bedanya dengan kasus di Eropa yang dipicu karena kelangkaan akibat terbatasnya pasokan dari Rusia, sementara pembatasan solar subsidi di Indonesia karena realisasi konsumsi minyak solar subsidi sudah melewati kuota yang telah ditetapkan pemerintah.

Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan membatasi pembelian solar bersubsidi. Hal itu mengingat kuota penyaluran solar subsidi hingga Februari 2022 telah melebihi kuota sekitar 10%.

Untuk kendaraan bermotor perseorangan roda empat pembelian solar dibatasi paling banyak 60 liter/hari/kendaraan, kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda empat paling banyak 80 liter/hari/kendaraan, dan kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda enam atau lebih paling banyak 200 liter/ hari/ kendaraan.

Pembatasan pembelian solar tidak hanya terjadi di Indonesia pada tahun ini. Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah juga pernah membatasi penjualan solar karena kekhawatiran melampaui kuota.


Pada Agustus 2019, misalnya, BPH Migas mengeluarkan surat edaran ke Pertamina untuk melakukan pengaturan pengendalian pembelian minyak solar.

Surat edaran yang berlaku efektif mulai 1 Agustus 2019 tersebut berisi tentang larangan pembelian solar bersubsidi bagi Kendaraan pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam, angkutan barang roda 4, serta kendaraan pribadi.  Sementara itu, pembelian solar subsidi untuk angkutan barang roda 4 dibatasi maksimum 30 liter per hari, roda 6 sebanyak 60 liter per hari, dan kendaraan pribadi 20 liter per hari.


Berdasarkan data, realisasi penyaluran minyak solar bersubsidi kerap di atas kuota yang ditetapkan. Pada periode 10 tahun terakhir (2012-2021), realisasi konsumsi solar melebihi kuota sebanyak lima kali, sementara lima tahun lainnya di bawah realisasi.

Realisasi terendah terjadi pada tahun 2020 atau tahun pertama pandemi Covid-19. Pembatasan kegiatan masyarakat dan pelemahan ekonomi membuat konsumsi menurun drastis pada tahun 2020.

Kuota dan subsidi solar ditetapkan pemerintah setiap tahunnnya. Pada tahun 2015, pemerintah masih memberikan subsidi minyak solar sebesar Rp 1.000/liter sementara pada tahun ini sebesar Rp 500/liter. Kuota solar ditetapkan sebesar 15,1 juta kiloliter. 


Sementara itu, realisasi anggaran subsidi solar sangat berfluktuasi mengikuti pergerakan harga minyak  Indonesia (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Pada saat harga minyak anjlok seperti 2017, realisasi subsidi solar hanya mencapai Rp 6,58 triliun. Saat itu, rata-rata realisasi  ICP setahun hanya berada di angka US$ 47 per barel.

Pada 2018, realisasi subsidi meningkat menjadi Rp 35,50 triliun saat realisasi ICP berada di level US$ 97 per barel. Pada tahun tersebut, ada kebijakan kenaikan subsidi tetap solar dari Rp 500,00/liter menjadi Rp 2.000,00/liter.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular