
Soal Ekonomi RI, IMF Lebih Pede Ketimbang Pemerintah Lho...

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dari 5,6% menjadi 5,4%. Meski sudah dipotong, tetapi proyeksi IMF lebih optimistis ketimbang pemerintah.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi di 5,2% Sementara 'ramalan' Bank Indonesia (BI) ada di 4,7-5,5% sehingga titik tengahnya adalah 5,1%.
IMF mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan dalam fase yang cepat setelah dihantam pandemi Covid-19. "Dengan didukung oleh harga komoditas, pelonggaran mobilitas, kebijakan yang mendukung, serta vaksinasi IMF memperkirakan PDB (Produk Domestik Bruto) akan tumbuh 5,4% tahun ini," tulis IMF dalam pernyataannya.
IMF menilai laju inflasi Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara lain yang memungkinkan BI menerapkan kebijakan yang akomodatif. Sebagai catatan, inflasi Indonesia tercatat di bawah 3% dalam tiga tahun terakhir.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 3,69% pada 2021 setelah terkontraksi 2,07% tahun sebelumnya.
Ekonom BCA David Sumual mengatakan koreksi pertumbuhan yang dilakukan IMF tidak mengagetkan mengingat lembaga tersebut memasang proyeksi yang sangat tinggi. Merujuk pada data, IMF merupakan lembaga yang memberikan proyeksi pertumbuhan paling tinggi dibandingkan lembaga lain.
Semula IMF menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,6% untuk tahun ini. Lebih tinggi dibandingkan Bank Dunia, OECD atau bahkan pemerintah melalui APBN 2020 yang semua memberikan proyeksi pertumbuhan di level 5,2% untuk tahun ini.
"Proyeksi IMF tinggi sekali, saya rasa mereka juga akan meng-cut lagi proyeksi mereka. Mereka kan ada dua kali assessment. Mungkin saat assessment September nanti," tutur David, kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/3/2022).
David mengingatkan perekonomian Indonesia masih dalam tahap konsolidasi setelah dihantam pandemi Covid-19. Indonesia, menurutnya, diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas. Kenaikan tersebut mendongkrak kinerja ekspor.
"Kita berharap kuartal II sudah menuju fase endemi. Konsumsi juga membaik. Kami perkirakan ekonomi tumbuh sekitar 5% dan konsumsi sudah berada di 4-5%," tuturnya.
Ekonom Bank Permata Joshua Pardede mengatakan IMF merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mempertimbangkan beberapa risiko yang akan mempengaruhi perekonomian Indonesia pada tahun 2022. Di antaranya adalah risiko varian baru Covid-19 serta risiko dari normalisasi moneter yang lebih agresif oleh bank sentral global.
Namun, ada faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dari kenaikan harga komoditas karena berdampak positif ke ekspor dan konsumsi. Sebagai catatan, ada jutaan penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari industri, pertambangan, ataupun perkebunan berbasis komoditas, terutama di Sumatra dan Kalimantan. Kenaikan harga komoditas berarti meningkatnya pendapatan yang bisa berujung pada membaiknya daya beli.
"Meskipun demikian, di tengah tren kenaikan harga komoditas global juga akan mempengaruhi tren inflasi domestik yang selanjutnya juga akan mempengaruhi perekonomian domestik," tutur Joshua, kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/3/2022).
Dia menambahkan meskipun IMF merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi 2022, tetapi stabilitas perekonomian Indonesia tetap terjaga mengingat komitmen pemerintah untuk melakukan konsolidasi fiskal di mana defisit APBN 2023 diperkirakan kembali ke maksimal 3% terhadap PDB.
Namun, konsolidasi fiskal tersebut mengindikasikan dukungan investasi publik cenderung lebih rendah dari 2020 dan 2021 sedemikian sehingga perlu memastikan investasi swasta dapat berkontribusi lebih untuk mendorong pemulihan ekonomi domestik.